Apr 20, 2019

Bulan Sya'ban

🔰 *TRADISI YANG KELIRU DI BULAN SYA’BAN*

Agama islam itu mulia, indah, mudah dan sempurna, sehingga tidak butuh penambahan atau pengurangan dalam seluruh aspeknya, baik yang berhubungan dengan masalah aqidah ataupun masalah ibadah.

Hal ini berdasarkan Firman Allah _Subhanahu wa Ta'ala:_

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

*“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”*
_(QS Al Maidah : 3)._

Tentang ayat ini Imam Malik _rahimahullah_ berkata:

مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ الْإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَداً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَانَ الرِّسَالَةِ، لِأَنَّ اللَّهَ يَقُوْلُ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْناً فَلَا يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْناً

*“Barang siapa yang melakukan bid’ah (mengada ada) didalam islam dengan suatu bid’ah dan memandangnya sebagai suatu kebaikan maka sungguh ia telah menyangka bahwa Muhammad shalallahu alaihi wasallam mengkhianati risalah (tidak menyampaikan agama ini seluruhnya),* _karena Allah telah berfirman Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, maka perkara yang pada saat itu bukan bagian dari agama, pada hari inipun bukan bagian dari agama”_
_(Al I’thishom, Imam Syathibi 1/49)_

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam *memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan.* Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam beramal sholeh.

Beliau _shalallahu alaihi wasallam_ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

*“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”*
_[HR. Bukhari : 20 dan Muslim : 1718]_

```Diantara perkara yang menunjukan kesempurnaan islam adalah bahwasanya islam mengatur tatacara ibadah dan bagaimana cara menghidupkan bulan sya’ban.```

Dari Usamah bin Zaid _radhiyallahu anhu_ berkata, “Aku bertanya, wahai Rasulullah , aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan sya’ban.

Rasulullah _shalallahu alaihi wasallam_ menjawab :

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

*"Sya’ban adalah bulan yang terlupakan oleh manusia, terletak antara bulan rajab dan ramadhan. Ia adalah bulan yang didalamnya amal perbuatan akan diangkat (dilaporkan) ke sisi Rabb semesta Alam, maka aku lebih suka kalau amalanku dilaporkan sementara akau sedang berpuasa”.*
_[HR Ahmad : 21753, di shahihkan oleh syaikh Al Albani didalam As Shohihah 4/1898]._

Dari hadits diatas menunjukan bahwa *menghidupkan bulan sya’ban itu adalah dengan memperbanyak ibadah puasa.*

'Aisyah _radhiyallahu 'anha_ berkata:

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

_"Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.”_
_[HR. Bukhari : 1969 dan Muslim : 1156]._

Ibadah puasa yang dimaksud adalah ibadah puasa mutlak tiap hari dibulan sya'ban, atau berpuasa dengan puasa yang disyari’atkan seperti puasa senin kamis, puasa dawud, puasa tiga hari dalam setiap bulan. *Dan puasa yang paling utama adalah puasa dawud.*

Rasulullah _shalallahu alaihi wasallam_ bersabda:

أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

*"Puasa yang paling di cintai Allah adalah puasa dawud, yaitu puasa sehari dan berbuka sehari”.*
_[HR Bukhari : 3420, Muslim : 186]._

Sangat di sayangkan bagi sebagian kaum muslimin khususnya di negeri kita dibulan sya’ban ini, yang seharusnya meneladani Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam menghidupkannya, *akan tetapi malah memeriahkannya dengan mengadopsi berbagai praktek ritual ibadah yang berasal dari adat istiadat bahkan sebagiannya dari ajaran hindu yang bertentangan dengan syari’at islam.*

Kalaupun ada yang berasal dari sesuatu yang berbau agama seperti puasa atau shalat, *akan tetapi tidak lepas dari penyimpangan karena tidak adanya dalil yang menjadi dasar dan pegangan pengkhususan* ibadah di bulan sya’ban.

```Diantara ritual ritual tersebut adalah :```

1⃣ *Ruwahan*

Ruwahan berasal dari kata _“Ruwah”_ merupakan bulan urutan ke tujuh, dalam kalender jawa. dan berbarengan dengan bulan Sya’ban tahun Hijriyyah sehingga bulan sya’ban pun dikenal juga oleh sebagian masyarakat khususnya di daerah sunda dan jawa dengan bulan ruwah. Kata “ruwah” sendiri memiliki akar kata “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang.

*Ruwahan sendiri bukan dari ajaran islam akan tetapi berasal dari hindu.* Lalu ritual ruwahan tersebut di adopsi kedalam agama islam berupa kebiasaan kirim do’a kepada kerabat yang sudah meninggal dunia dengan mengadakan tahlilan atau yasinan dan mengundang tetangga kanan kiri yang pulangnya mereka diberi ”berkat” sebagai simbul rasa terima kasih.

2⃣ *Nyadran.*

Nyadran adalah ziarah kubur untuk mengingatkan manusia kepada asal-usulnya yaitu para leluhur. Nyadran di awali dengan membersihkah makam dan sekitarnya dari rerumputan liar dan sampah lalu membacakan tahlil dan yasin.

*Nyadran sendiri berasal dari kata “sradha”, yang konon merupakan tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit.*

Pada zaman itu Kanjeng Ratu ingin melakukan doa kepada sang ibunda Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jabo.

Untuk keperluan itu dipersiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Sepeninggal Ratu Tribuana Tunggadewi, tradisi ini dilanjutkan juga oleh Prabu Hayam Wuruk. Lalu sampai akhirnya di bumbui diramu dan di campurkan dengan ajaran islam dan di lestarikan sampai sekarang.

Ziarah kubur adalah ibadah yang sangat di syari’atkan akan tetapi *menetapkan lebih utama di bulan sya’ban butuh kepada dalil khusus,* sementara dalilnya dalam masalah ini tidak ada.

3⃣ *Mengkhususkan shalat dan puasa pada malam nisfu Sya’ban. Sebagian orang beralasan dengan hadits palsu :*

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا

"Apabila berada pada malam nisfu sya’ban maka shalatlah malam harinya dan puasalah siang harinya."
_[HR Ibnu Majah : 1388]._

*Hadits ini palsu* sebagaimana penjelasan Al Bushiri bahwa didalam sanadnya ada Ibnu Abi Sabrah yang nama aslinya Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Abi Sabrah.

Imam Ahmad dan Imam Ibnu Ma’in menyatakan:
*“ia telah membuat hadits palsu”.*
_(Zawaaid Ibnu Majah 2/10, lihat Bida’ Wa Akhtho’ Tata’alaqu Bil Ayyam Was Syuhur, hal. 352)._

Maka dalam hal ini *bukan masalah shalatnya atau puasanya yang tercela tapi penetapan keutamaannya yang dilakukan pada malam nisfu sya’ban yang butuh kepada dalil khusus,* sementara dalil-dalil dalam pengkhususan malam nisfu sya’ban untuk beribadah tertentu *tidak ada yang shahih.* Seperti misalnya malam jum’at itu waktu yang utama akan tetapi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang mengkhususkannya untuk beribadah tertentu.

Beliau _shalallahu alaihi wasallam_ bersabda :

لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ

*“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.”*
_[HR. Muslim : 1144]._

Didalam kaedah tentang bid’ah disebutkan :

كُلُّ عِبَادَةٍ مُطْلَقَةٍ ثَبَتَتْ فِيْ الشَّرْعِ بِدَلِيْلٍ عَامٍ؛ فَإِنَّ تَقْيِيْدَ إِطْلَاقِ هَذِهِ الْعِبَادَةِ بِزَمَانٍ أَوْ مَكَانٍ مُعَيَّنٍ أَوْ نَحْوِهِمَا بِحَيْثُ يُوْهِمُ هَذَا التَّقْيِيْدَ أَنَّهُ مَقْصُوْدٌ شَرْعًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ الْعَامُ عَلَى هَذَا التَّقْيِيْدِ فَهُوَ بِدْعَةٌ

*“Setiap ibadah mutlak yang disyari’atkan berdasarkan dalil umum, maka pengkhususan yang umum tadi dengan waktu atau tempat yang khusus atau pengkhususan lainnya, dianggap bahwa pengkhususan tadi ada dalam syari’at namun sebenarnya tidak ditunjukkan dalam dalil yang umum, maka pengkhususan tersebut adalah bid’ah.”*
_(Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 116)._

Adapun Hadits Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

*“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.”*
_[HR. Ibnu Majah : 1390, dishahihkan oleh syaikh Al Albani rahimahullah, lihat As Silsilah As Shahihah : 1144, Shahihul Jaami’ : 1819]._

Hadits ini menunjukan bahwa diantara sebab meraih keutamaan malam nishfu sya’ban yaitu ampunan Allah Ta’ala, dengan menjauhi permusuhan, kedengkian, hasad, bersihkan hati, cintailah saudaranya dari kaum muslimin.

*Hadits ini tidak bisa dijadikan dalil bolehnya mengkhususkan ibadah tertentu di malam nisfu sya’ban.*

Dalam masalah ini Ibnu Hajar Al Haitami As Syafi’I _rahimahullah_ berkata:

وأما الصَّلَاةِ الْمَخْصُوصَةِ لَيْلَتهَا ليلة النصف وَقَدْ عَلِمْت أَنَّهَا بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ مَذْمُومَةٌ يُمْنَعُ مِنْهَا فَاعِلُهَا، وَإِنْ جَاءَ أَنَّ التَّابِعِينَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ كَمَكْحُولٍ وَخَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانَ وَغَيْرِهِمْ يُعَظِّمُونَهَا وَيَجْتَهِدُونَ فِيهَا بِالْعِبَادَةِ، وَعَنْهُمْ أَخَذَ النَّاسُ مَا ابْتَدَعُوهُ فِيهَا وَلَمْ يَسْتَنِدُوا فِي ذَلِكَ لِدَلِيلٍ صَحِيحٍ وَمِنْ ثَمَّ قِيلَ أَنَّهُمْ إنَّمَا اسْتَنَدُوا بِآثَارٍ إسْرَائِيلِيَّةٍ وَمِنْ ثَمَّ أَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ أَكْثَرُ عُلَمَاء الْحِجَازِ كَعَطَاءٍ وَابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ وَفُقَهَاء الْمَدِينَة وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ قَالُوا: وَذَلِكَ كُلُّهُ بِدْعَةٌ؛ إذْ لَمْ يَثْبُت فِيهَا شَيْءٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ

*“Adapun mengkhususkan shalat tertentu pada malam nishfu sya’ban sebagaimana telah diketahui bahwasanya ia adalah bid’ah yang buruk lagi tercela, dilarang untuk melakukannya,* _walaupun ada diantara para tabi’in dari negeri syam seperti Makhul, Khalid bin Ma’dan, dan Luqman dll mengagungkan malam nisfu sya’ban dan bersungguh-sungguh beribadah padanya, dari merekalah manusia mengambil alasan mereka untuk melakukan bid’ah mereka pada malam tersebut, sementara tidak ada dalil Dari sanalah dikatakan kalau sandaran mereka berasal dari riwayat israiliyat (cerita dari ahlil kitab), sehingga karena itupula lah para ulama hijaz seperti ‘atho, ibnu mulaikah, dan para ulama ahli fikih Madinah, demikian juga perkataan para pengikut madzhab syafi’I, malik dan yang selain mereka mengingkarinya, mereka mengatakan bahwa_ *semua itu adalah bid’ah karena tidak ada dalil yang shahih datang dari Nabi shalallahu alaihi wasallam atau seorang pun dari para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam”.*
_(Al Fatawa Al Fiqhiyyah Al Kubra 2/80)_

4⃣  *Melakukan shalat Alfiyah atau shalat Baroah, yaitu shalat 100 roka’at di malam nisfu sya’ban disetiap raka’atnya membaca Qul Huwallahu Ahad 10 kali, maka dinamakanlah shalat alfiyah (seribu) karena bacaan Qulhunya sebanyak seribu kali dalam seratus raka’at.*

Cukuplah penjelasan Imam An Nawawi _rahimahullah_ , seorang ulama besar dari kalangan ulama yg bermadzhab Syafi’I tentang apa hukum melakukan shalat Al Fiyah ini. Beliau _rahimahullah_ berkata:

الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذَكَرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ وَلَا بِالْحَدِيثِ الْمَذْكُورِ فِيهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ

*“Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaaib yaitu shalat 12 raka’at dilakukan antara maghrib dan isya dimalam jum’at pertama dibulan rajab, dan juga shalat dimalam nisfu sya’ban sebanyak 100 raka’at (shalat Alfiyyah), maka kedua shalat ini adalah bid’ah yang munkar lagi buruk,* _jangan tertipu dengan disebutkannya kedua shalat ini di kitab Qutul Qulub dan kitab Ihya Ulumuddin, jangan pula tertipu kalau kedua shalat ini ada haditsnya karena semua hadits hadits tersebut adalah_ *batil”*
_(Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 3/506, lihat juga Al Baa’its, Ibnu Syaamah, hal. 124-138)_

5⃣ *Mengkhususkan sedekah dan membuat makanan di bulan sya’ban, khususnya di malam nisfu sya’ban.* Sampai sampai di sebagian daerah di jawa mengharuskan makanan yang khusus yang dikaitkan dengan symbol symbol tertentu dalam rangka untuk lebih memaknai suatu ibadahnya. Mereka saling kirim makanan dengan tiga sajian makanan yakni ketan, kolak, dan apem.

Makna dari ketiga makanan itu adalah : ketan yang lengket merupakan simbol mengeratkan tali silaturahmi, kolak yang manis bersantan mengajak persaudaraan bisa lebih ‘dewasa’ dan barokah penuh kemanisan, dan apem berarti jika ada yang salah maka sekiranya bisa saling memaafkan.

Syaikh Bakar Abu Zaid _rahimahullah_ berkata:

لاَ يُعْرَفُ فِيْ السُّنَّةِ إِثْبَاتُ فَضْلٍ لِشَهْرِ شَعْبَانَ إِلَّا مَا ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِكْثَارِ الصِّيَامِ فِيْهِ وَأَمَا حَدِيْثُ : فَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كِفَضْلِيْ عَلَى سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ فَهُوَ مَوْضُوْعٌ .

_"Tidak dikenal didalam sunnah penetapan keutamaan bulan sya’ban kecuali apa yang telah shahih datang dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau memperbanyak melakukan puasa sunnah di bulan tersebut, Adapun hadits yang berbunyi, “Keutamaan bulan sya’ban dibandingkan dengan bulan lainnya seperti keutamaan aku dibandingkan dengan seluruh para Nabi” adalah_ *hadits yang palsu”.*
_(Mu’jamul Manahil Lafdziyyah, Syaikh Bakar Abu Zaid, hal. 316)._

🔲 *AKHIRNYA :*

_Marilah kita memperbanyak ibadah puasa sunnah di bulan sya’ban ini, termasuk_ *bagi mereka yang masih memiliki utang puasa ramadhan di waktu-waktu lalu khususnya kaum hawa, hendaklah mengqadhanya di bulan ini sebelum datangnya bulan Ramadhan.* Ibunda ‘Aisyah _radhiyallahu ‘anha_ berkata:

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

*“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”*
_[HR Muslim : 151]._

Hadits ini menunjukan *boleh seseorang untuk melakukan qadha puasa ramadhan walaupun di bulan sya’ban, akan tetapi yang utama untuk bersegera didalam urusan membayar utang* _apalagi ini menyangkut utang terhadap Allah._

Adapun ada hadits yang melarang berpuasa kalau sudah lewat pertengahan sya’ban, seperti hadits:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا

“Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.”
_[HR. Abu Daud : 3237, At-Turmudzi : 738, dan Ibnu Majah : 1651; dinilai sahih oleh Al-Albani]._

Maksud hadits ini adalah *larangan berpuasa mutlak setelah datang pertengahan sya’ban.* Sebagi dijelaskan oleh Al Munawi _rahimahullah_:

أَيْ يُحْرَمُ عَلَيْكُمْ اِبْتِدَاءُ الصَّوْمِ بِلَا سَبَبٍ حَتَّى يَكُوْنَ رَمَضَانَ

*“Maksud hadis, terlarang bagi kalian untuk memulai puasa tanpa sebab (maksudnya puasa mutlak), sampai masuk bulan Ramadhan”.*
_(Faidhul Qadir, Al Munawi 1:304 : 494)_

Sementara *bagi yang sudah terbiasa melakukan puasa sunnah atau puasa qadha ramadhan maka di bolehkan untuk berpuasa walaupun lewat pertengahan sya’ban.* Sebagaimana Nabi _shalallahu alaihi wasallam_ telah bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

*"Janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari kecuali puasa yang sudah biasa dia lakukan”.*
_[HR Bukhari : 1914, Muslim : 1082]._

Imam An Nawawi _rahimahullah_ berkata:

قَالَ أَصْحَابُنَا لا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلا خِلافٍ . . . فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ ، لأَنَّهُ إذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى . .

"Para ulama kami (syafi’iyyah) berkata *tidak sah puasa pada hari ragu (yakni ramadhan sudah masuk atau belum) tanpa ada perbedaan pendapat para ulama,* Adapun kalau *puasa qadha, atau nadzar, atau kafarat maka boleh berpuasa (setelah lewat tengah sya’ban)* _karena kalau puasa yang sunnah saja di bolehkan (apabila sudah terbiasa) maka_ *puasa yang sebabnya adalah wajib (seperti qadha, nadzar, dan kafarat) lebih utama lagi untuk bolehnya”.*
_(AL Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab 6/399)._

Dan maksud larangan berpuasa ketika sudah masuk pertengahan sya’ban *maksudnya kalau setelah pertengahan sya’ban baru mau memulai puasa, adapan kalau sudah berpuasa sebelum pertengahan sya’ban lalu nyambung berpuasa sampai melewati pertengahan sya’ban maka hal ini boleh.* Sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah _radhiyallahu anha_, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا

_“Adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam terkadang_ *puasa sya’ban seluruhnya (banyak berpuasa), terkadang beliau tidak berpuasa di bulan sya’ban kecuali sedikit”*
_[HR Bukhari : 1970, Muslim : 1156]_

*✍ Oleh Ustadz Abu Ghozie As Sundawie* *Hafizhahullah*

*Barakallahu fiikum*

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

Apr 8, 2019

Hatimu Lembut

📎 JIKA INGIN HATIMU LEMBUT..

👤 Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu :
"Bahwasanya ada seseorang pernah mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang kerasnya hatinya. Maka Beliau bersabda :

إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ اْلمـِسْكِيْنَ وَ امْسَحْ رَأْسَ اْليَتِيْمِ

“Jika kamu ingin melembutkan hatimu maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim." (HR Ahmad II : 263)

Dalam riwayat lain Beliau Shalallahu alaihi wasallam juga bersabda :

أَدْنِ اْليَتِيْمَ وَ امْسَحْ رَأْسَهُ وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ يَلِنْ  قَلْبُكَ وَ تُقْدَرْ عَلَى حَاجَتِكَ

“Mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala kebutuhanmu." (HR. Ibnu Asakir)

📌 Bagi seorang muslim yang menanggung dan menjamin kehidupan anak yatim dengan memberi makan, pakaian, pendidikan dan selainnya maka kelak ia berada di dalam surga dan tinggal berdampingan dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalamnya..

كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ

“Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan dia (kedudukannya) seperti dua jari ini di surga nanti.” (HR Muslim 2983)

أنا وَ كَافِلُ اليَتِيْمِ في الجَنَّةِ هكَذَا

“Aku dan pemelihara anak yatim di surga nanti, kedudukannya seperti (dua jari) ini”. Dan Beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan memisahkan keduanya." (HR. Bukhori 5304)

Jadi saudaraku, Salah satu kutamaan yang sangat besar jika kita terus berusaha hingga akhir hayat sehingga kita termasuk orang-orang yang senantiasa membantu anak yatim dan fakir miskin..

مَنْ خُتِمَ لَهُ بِإِطْعَامِ مِسْكِيْنٍ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ

“Barangsiapa yang diakhir (hidupnya) dengan memberi makan kepada orang miskin dalam rangka mencari keridhoan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga." (HR. Ahmad V/ 391)

Semoga kita termasuk orang-orang yang Allah mudahkan memiliki kelembutan hati, baik dalam memberi, maupun mensikapi..

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

"Sesungguhnya Allah Maha lemah lembut yang sangat cinta kelembutan dan memberi kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada sifat kasar." (HR. Bukhori dan Muslim)

عَلَيْكُمْ بِالرِّفْقِ إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ عَنْ شَيْءٍ إلاَّ شَانَهُ

"Bersikaplah lemah lembut, sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah dan tidaklah kelembutan dicabut dari sesuatu kecuali membuatnya rusak." (HR. Muslim 2594)

مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ كُلَّهُ

"Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali." (HR. Muslim 2592)

___________________________

📜 Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن سيت)

Apr 7, 2019

Tafsir QS Al Kahfi ayat 55

Tafsir QS Al Kahfi ayat 55.
Baca Quran hari Jumat malam, 05 April 2019,
saat melanjutkan sunnah baca Alkahfi hari Jumat.