Apr 22, 2017

Illah atau Alasan Kita selalu Istigfar kepada Alloh SWT

Mengapa kita harus membaca istighfar?

Dalam Al-Quran, fadhilah istighfar yang disampaikan oleh Allah ta'ala hamba-Nya rajin istighfar :
1. Akan dicurahkan rizqi berupa air hujan yg deras yang bermanfaat untuk kehidupan
2. Akan dilipatgandakan kekuatannya

Adapun sebab kenapa kita beristighfar lihat dalil-dalil berikut :

فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ ﴿١٩﴾

"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu."
(Q.S.4 Muhammad(7):19)

وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: «والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة» . رواه البخاري.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: demi Allah, sungguh aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari". HR Bukhari.

Bahkan dalam riwayat Muslim, disebutkan 100 kali

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( قال الله تبارك وتعالى : ” يا عبادي إنكم تخطئون بالليل والنهار ، وأنا أغفر الذنوب جميعا فاستغفروني أغفر لكم )

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah ta'ala berfirman: ”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu."
( [Shahih Muslim 2577] )

Revisi terjemah
وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: «والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة» . رواه البخاري.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "demi Allah, sungguh aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari". HR Bukhari.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( والذي نفسي بيده لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ، ولجاء بقوم يذنبون فيستغفرون الله فيغفر لهم )

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni mereka.”
( [Shahih Muslim 2749] )

Jadi mengapa kita beristighfar ?

1. Menjalankan perintah Allah untuk beristighfar
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
3. Manusia ditaqdirkan banyak melakukan kesalahan, sehingga ia harus banyak beristighfar untuk tetap menjaga hubungan dengan Al Khaliq

Istighfar artinya permohonan ampun.

[*] ketika kita beristighfar,dg bacaan yg sehari²/sayidul istighfar tadz?
-Sayyidul istighfar di baca di pagi dan petang,
-Istighfar minimal astaghfirullah
-Afdhol ditambah: astaghfirullaha wa atuubu ilaihi

Ada yang menarik :

‫#‏قــال‬ الربيع بن خثيم رحمه الله :
.
ﻻ تقل : اللهم إني أتوب إليك ثم ﻻ تتوب
فتكون كذبة وتكون ذنبا
ولكن قل : اللهم تب علي

الزهد للإمام أحمد صـ273

Dalam kitab Az Zuhd Imam Ahmad hal 273:
Imam Rabi' bin Khutsaim rahimahullah:

" Jangan engkau berkata: "Ya Allah sungguh aku bertaubat kepada Mu" kemudian engkau tidak (sungguh-sungguh)  dalam taubatmu sehingga menjadi kedustaan dan dosa, akan tetapi katakanlah : "Ya Allah terimalah taubatku"

diskusi WA:  ustad Abu Hasan Sauf
Mudir Ponpes Daarut Taqwa
30 Mei 2016

Apr 21, 2017

Hadits Memanjangkan Jenggot dan Menipiskan Kumis

AJARAN-AJARAN MADZHAB SYAFI'I YANG DITINGGALKAN OLEH SEBAGIAN PENGIKUTNYA

Berikut ini beberapa ajaran madzhab syafi'iyah yang ditinggalkan (tidak dikerjakan) oleh sebagian penganutnya, padahal begitu getolnya mereka mengaku-ngaku sebagai pengkut madzhab syafi'iyah yang setia !!!

PERTAMA : MEMANJANGKAN JENGGOT

Merupakan perkara yang aneh adalah semangatnya sebagian ustadz dan kiyai (yang mengaku bermadzhab  syafi'iyah) untuk memangkas habis jenggot mereka…, bahkan sebagian mereka mencela orang yang memanjangkan jenggotnya, atau mengecapnya sebagai teroris. Padahal Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengharamkan mencukur habis jenggot.

Banyak sekali hadits yang menunjukkan wajibnya memelihara jenggot, diantaranya:

1. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ! (رواه البخاري: 5892)ـ

Dari Ibnu Umar r.a., Rosul -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot kalian panjang, dan potong tipislah kumis kalian! (HR. Bukhori: 5892)

2. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى! (رواه البخاري: 5893)ـ

Dari Ibnu Umar r.a., Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potong tipislah kumis kalian, dan  biarkanlah jenggot kalian! (HR. Bukhori: 5893)

3. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَوْفُوا اللِّحَى! (رواه مسلم: 259)ـ

Dari Ibnu Umar, Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Selisilah Kaum Musyrikin, potong pendeklah kumis kalian, dan sempurnakanlah jenggot kalian!”. (HR. Muslim: 259)

4. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ! (رواه مسلم: 260)ـ

Dari Abu Huroiroh r.a., Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potonglah kumis kalian, biarkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260)

5. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْجوا (أو وأرجئوا) اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ. (رواه مسلم: 260, مع الرجوع إلى شرح صحيح مسلم للنووي, وفتح الباري شرح حديث رقم: 5892)ـ

Dari Abu Huroiroh r.a., Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potonglah kumis kalian, panjangkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260, lihat juga Syarah Shohih Muslim karya Imam Nawawi, dan Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori karya Ibnu Hajar hadits no: 5892)

6. Hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

عن أبي أمامة قَالَ: …فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ (رواه أحمد: 21780)ـ

Dari Abu Umamah: …lalu kami (para sahabat) pun menanyakan: “Wahai Rosululloh, sungguh kaum ahli kitab itu (biasa) memangkas jenggot mereka dan memanjangkan kumis mereka?”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menjawab: “Potonglah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian panjang, serta selisilah Kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)!”. (HR. Ahmad: 21780, dihasankan oleh Albani, dan dishohihkan oleh Muhaqqiq Musnad Ahmad, lihat Musnad Ahmad 36/613)

7. Hadits dari Abdulloh bin Umar r.a.:

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بإحفاء الشوارب, وإعفاء اللحى (رواه مسلم: 259)ـ

Ibnu Umar r.a. mengatakan: “Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- memerintahkan untuk memangkas tipis kumis dan membiarkan jenggot panjang. (HR. Muslim: 259).

8. Pernyataan Sahabat Jabir bin Abdulloh r.a.:

كنا نؤمر أن نوفي السبال ونأخذ من الشوارب (مصنف ابن أبي شيبة 5/25504). وفي لفظ: كنا نعفي السبال, ونأخذ من الشوارب (أخرجه أبو داود: 4201). وحسنه الحافظ ابن حجر في فتح الباري 13/410, وصححه الشيخ عبد الوهاب الزيد في كتابه إقامة الحجة في تارك المحجة ص 36 و 79)ـ

Jabir r.a. mengatakan: “Sungguh kami (para sahabat), diperintah untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis”. (Mushonnaf  Ibnu Abi Syaibah: 26016). Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Kami (para sahabat) membiarkan jenggot kami panjang, dan mencukur kumis” (HR. Abu Dawud: 4201). Atsar ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/410, dan di shohihkan oleh Syeikh Abdul Wahhab alu Zaid dalam kitabnya Iqomatul Hujjah fi Tarikil Mahajjah, hal: 36 dan 79)

Dari sabda-sabda di atas, kita dapat mengambil kesimpulan berikut:

1. Sabda-sabda di atas, semuanya menunjukkan perintah untuk memanjangkan jenggot, dan sebagaimana kita tahu kaidah ushul fikih, “setiap perintah dalam nash-nash syariat itu menunjukkan suatu kewajiban, dan haram bagi kita menyelisihinya, kecuali ada dalil khusus yang merubahnya menjadi tidak wajib”. Itu berarti wajib bagi kita memanjangkan jenggot, dan haram bagi kita memangkasnya.

2. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- menghubungkan perintah memanjangkan jenggot, dengan perintah menyelisihi Kaum Ahli Kitab (Yahudi Nasrani), Kaum Musyrikin, dan Kaum Majusi. Itu menambah kuatnya hukum wajibnya memanjangkan jenggot ini, mengapa?… Karena dua perintah, jika berkumpul dalam satu perbuatan yang sama, itu lebih kuat dari hanya satu perintah saja.

3. Pada sabda-sabda di atas, terkumpul 5 redaksi perintah yang berbeda (perhatikan kalimat arab yang kami cetak merah, dari hadits 1-5), yang semuanya menunjukkan perintah memanjangkan jenggot… Ini juga meneguhkan petunjuk wajibnya memanjangkan jenggot… Karena perintah dengan lima redaksi yang berbeda-beda lebih meyakinkan, dari pada hanya menggunakan satu redaksi saja.

4. Para Sahabat Nabi, semuanya memanjangkan jenggotnya, karena mereka diperintah oleh Rosul -shollallohu alaihi wasallam- untuk melakukan itu. Jika perintah itu tidak wajib dilakukan, mengapa tidak ada satu pun sahabat yang menggundul jenggotnya?!. (lihat hadits no: 8)

5. Memanjangkan jenggot adalah ibadah yang diperintahkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, oleh karena itulah para sahabat bersemangat menerapkannya dalam kehidupan mereka, bahkan tidak satupun dari mereka menyelisihi perintah ini… Coba perhatikan masyarakat sekitar kita di era ini, kenyataannya sangat bertolak belakang,  para sahabat dahulu semuanya memelihara jenggot, tapi di lingkungan kita tidak ada yang memelihara jenggot kecuali hanya sedikit saja… Semoga Alloh merubah keadaan umat ini, pada keadaan yang lebih baik, dan lebih dekat kepada ajaran islam yang mulia dan suci, sehingga umat ini dapat menggapai kejayaan yang mereka impikan… amin.

Terlebih lagi sebagian ulama menukil tentang ijmak akan dilarangnya mencukur jenggot.

(1) Ibnu Hazm azh-Zhohiri -rohimahulloh-:

اتفقوا على أن حلق اللحية مثلة لا يجوز

Para ulama telah sepakat, bahwa sesungguhnya menggundul jenggot termasuk tindakan mutslah, itu tidak diperbolehkan. (Marotibul Ijma’ 157)

(2) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rohimahulloh-:

يحرم حلق اللحية للأحاديث الصحيحة ولم يبحه أحد

Menggundul jenggot itu diharamkan, karena adanya hadits-hadits shohih (tentang itu), dan tidak ada seorang pun yang membolehkannya. (Ushulul Ahkam 1/37, Ikhtiyarot Syaikhil Islam Ibni Taimiyah 19)

(3) Al-Ala’i -rohimahulloh-:

إن الأخذ من اللحية دون القبضة كما يفعله بعض المغاربة ومخنثة الرجال لم يبحه أحد, وأخذ كلها من فعل يهود الهند ومجوس الأعاجم.

Sesungguhnya memangkas sebagian jenggot (hingga) lebih pendek dari genggaman tangan, sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang maroko dan para banci itu tidak ada seorang pun yang membolehkannya. Sedangkan memangkas semuanya (hingga habis), itu termasuk tindakan orang-orang Yahudi Hindia dan orang-orang Majusi A’jam. (al-Uqudud Durriyah 1/329) (Roddul Muhtar 3/398) (Fathul Qodir 2/352)

(4) Abul Hasan al-Qoththon al-Maliki -rohimahulloh-:

واتفقوا على أن حلق اللحية مثلة لا تجوز

Para ulama sepakat bahwa sesungguhnya menggundul jenggot, termasuk tindakan mutslah yang tidak diperbolehkan. (al-Iqna’ fi Masailil Ijma’ 2/3953)

Para pembaca yang dirahmati Alloh…

Sebenarnya sudah cukup, bagi insan muslim yang inshof, untuk menerima kesimpulan wajibnya memanjangkan jenggot ini, dengan berdasar pada dalil Al-Quran, Hadits, dan Ijma’ yang kami sebutkan. (Tulisan diatas seluruhnya diambil dari tulisan sahabat kami al-Ustadz Musyaffa' MA sebagaimana bisa dilihat di http://addariny.wordpress.com/2010/01/12/jenggot-haruskah-2/)

Akan tetapi sebagian orang sulit kalau hanya sekedar diberi dalil, dan hanya bisa menerima dengan puas jika disertai dengan perkataan para ulama dari madzhab yang diikutinya. Karenanya berikut ini penulis sebutkan madzhab syafi'iyah tentang hukum mencukur jenggot.

Imam Asy-Syafi’i -rohimahulloh- mengatakan:

ولا يأخذ من شعر رأسه ولا لحيته شيئا لان ذلك إنما يؤخذ زينة أو نسكا

“Ia (orang yang memandikan mayat) tidak boleh memangkas rambut kepala maupun jenggotnya si mayat, karena kedua rambut itu hanya boleh diambil untuk menghias diri dan ketika ibadah manasik saja”. (al-Umm 2/640)

Imam Syafi’i -rohimahulloh- juga mengatakan :

والحِلاق ليس بجناية لان فيه نسكا في الرأس وليس فيه كثير ألم، وهو -وإن كان في اللحية لا يجوز- فليس كثير ألم ولا ذهاب شعر، لانه يستخلف، ولو استخلف الشعر ناقصا أو لم يستخلف كانت فيه حكومة

“Menggundul rambut bukanlah kejahatan, karena adanya ibadah dengan menggundul kepala, juga karena tidak adanya rasa sakit yang berlebihan padanya. Tindakan menggundul itu, meski tidak diperbolehkan pada jenggot, namun tidak ada rasa sakit yang berlebihan padanya, juga tidak menyebabkan hilangnya rambut, karena ia tetap akan tumbuh lagi. Seandainya setelah digundul, ternyata rambut yang tumbuh kurang, atau tidak tumbuh lagi, maka ada hukumah (semacam denda/sangsi, silahkan lihat makan al-hukuumah di Al-Haawi al-Kabiir 12/301)". (al-Umm 7/203)

Para ulama syafi'iyah telah memahami bahwa perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menunjukkan bahwa beliau mengharamkan menggunduli janggut. Diantara para ulama tersebut adalah :

(1) Ibnu Rif'ah :

قال ابن رفعة: إِنَّ الشَّافِعِي قد نص في الأم على تحريم حلق اللحية

Ibnu Rif’ah -rohimahulloh- mengatakan: Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. (Hasyiatul Abbadi ala Tuhfatil Muhtaj 9/376)

(2) Abdurrahman bin 'Umar Baa 'Alawi; ia berkata :        

نص الشافعي رضي الله عنه على تحريم حلق اللحية ونتفها

"Imam Asy-Syafii radhiallahu 'anhu telah menyatakan akan haramnya mencukur gundul jenggot dan mencabuti jenggot" (Bugyatul Mustarsyidin hal 20, cetakan Daarul Fikir)

Sebagian ulama syafi'iyah juga memandang haramnya menggunduli jenggot, diantara mereka adalah :

(1) Al-Halimi (wafat 403 H), beliau berkata dalam kitab beliau Al-Minhaaj Fi Syu'abil Iimaan:

لا يحل لأحد أن يحلق لحيته ولا حاجبيه, وإن كان له أن يحلق سباله, لأن لحلقه فائدة, وهي أن لا يعلق به من دسم الطعام ورائحته ما يكره, بخلاف حلق اللحية, فإنه هجنة وشهرة وتشبه بالنساء, فهو كجب الذكر

"Tidak seorang pun dibolehkan memangkas habis jenggotnya, juga alisnya, meski ia boleh memangkas habis kumisnya. Karena memangkas habis kumis ada faedahnya, yakni agar lemak makanan dan bau tidak enaknya tidak tertinggal padanya. Berbeda dengan memangkas habis jenggot, karena itu termasuk tindakan hujnah, syuhroh, dan menyerupai wanita, maka ia seperti menghilangkan kemaluan" (Sebagaimana dinukil dalam kitab al-I’lam fi fawaaid Umdatil Ahkaam, karya Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), terbitan Daarul 'Aaashimah)

(2) Abul Hasan Al-Maawardi (wafat 450 H), ia berkata :

نَتْفُ اللِّحْيَةِ مِنَ السَّفَهِ الذي تُرَدُّ به الشهادة

Imam al-Mawardi -rohimahulloh- mengatakan: Mencabuti jenggot merupakan perbuatan safah (bodoh) yang menyebabkan persaksian seseorang ditolak. (al-Hawil Kabir 17/151)

Meskipun dalam perkataan Al-Maawardi ini tidak ada nas tegas dalam pengharaman akan tetapi cukup menunjukkan akan buruknya orang yang menggundul jenggotnya karena bisa mengakibatkan 'adalahnya gugur sehingga persaksiannya tertolak.

(3) Abu Hamid Al-Gozzali rahimahullah (wafat tahun 505 H0, beliau berkata :

وأما نتفها في أول النبات تشبها بالمرد فمن المنكرات الكبار فإن اللحية زينة الرجال

"Adapun mencabuti jenggot di awal munculnya, agar menyerupai orang yang tidak punya jenggot, maka ini termasuk kemungkaran yang besar, karena jenggot adalah penghias bagi laki-laki" (Ihya’ Ulumiddin 1/280)

Akan tetapi al-Gozali memberi keringanan jika jenggot yang panjangnya lebih dari satu genggam boleh untuk dipotong, dengan syarat tidak sampai mencukur gundul jenggot tersebut. Beliau rahimahullah berkata :

والأمر في هذا قريب إن لم ينته إلى تقصيص اللحية

"Perkaranya dalam masalah ini adalah mendekati, jika tidak sampai mencukur habis jenggot" (Ihyaa Uluumiddin 1/277)

(4) Ahmad Zainuddin Al-Malibaari Al-Fannaani (wafat tahun 1310 H), ia berkata :

وَيَحْرُمُ حلقُ لِحْيَةٍ

"Dan diharamkan menggungul jenggot"

(Fathul Mu'iin Bi Syarh Qurrotil 'Ain Bi Muhimmaatid diin, hal 305, terbitan Daar Ibnu Hazm)

          Tentunya tidak dipungkiri bahwa sebagian ulama madzhab Syafi'iyah memandang mencukur habis jenggot hanyalah makruh dan tidak haram. Akan tetapi meskipun makruh namun ia merupakan perkara yang dibenci dan hendaknya ditinggalkan.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

والصحيح كراهة الاخذ منها مطلقا بل يتركها على حالها كيف كانت، للحديث الصحيح واعفوا اللحي. وأما الحديث عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده “ان النبي صلي الله عليه وسلم كان يأخذ من لحيته من عرضها وطولها” فرواه الترمذي باسناد ضعيف لا يحتج به

"Yang benar adalah dibencinya perbuatan memangkas jenggot secara mutlak (meskipun jenggot telah panjang dan lebih dari segenggam tangan-pen), tapi harusnya ia membiarkan apa adanya, karena adanya hadits shohih “biarkanlah jenggot panjang“. Adapun haditsnya Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya: “bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dahulu mengambil jenggotnya dari sisi samping dan dari sisi panjangnya”, maka hadits ini telah diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanad yang lemah dan  tidak bisa dijadikan hujjah. (al-Majmu’ 1/343)

Imam An-Nawawi juga berkata :

والمختار ترك اللحية على حالها وألا يتعرض لها بتقصير شيء أصلا

"Pendapat yang terpilih adalah membiarkan jenggot apa adanya, dan tidak memendekkannya sama sekali" (Al-Minhaaj Syarah Shohih Muslim, 3/151, hadits no: 260)

Abu Syaamah rahimahullah berkata :

وقد حدث قوم يحلقون لحاهم, وهو أشد مما نقل عن المجوس أنهم كانوا يقصونها

"Telah datang sekelompok kaum yang menggunduli jenggotnya, perbuatan mereka itu lebih parah dari apa yang dinukil dari kaum Majusi, bahwa mereka dulu memendekkannya". (Fathul Bari 10/351)

          Maka sungguh aneh jika yang terjerumus dalam kemakruhan (perkara yang dibenci Allah) malah mengejek mereka yang menjalankan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika enggan untuk memelihara jenggot maka minimal jangan menghina yang berjenggot, apalagi mengidentikkan dengan teroris !!!. Meskipun benar sebagian teroris berjenggot, akan tetapi apakah lantas semua yang berjenggot dijuluki teroris ??!! Bukankah mereka para teroris juga adalah orang-orang yang rajin membaca al-Qur'an dan sholat berjama'ah?. Maka apakah kalau ada orang yang rajin membaca Al-Qur'an dan sholat berjama'ah diejek juga dengan terrorist??

Syeikh Albani -rohimahulloh- berkata:

ومحمد عليه الصلاة والسلام كان له لحية عظيمة, وكذلك الصحابة, وكذلك السلف الصالح, وكذلك الأئمة, لم يوجد فيهم من حلق لحيته في حياته مرة واحدة

(Nabi) Muhammad -alaihish sholatu was salam-, dahulu (di masa hidupnya) memiliki jenggot yang lebat, begitu pula para sahabat beliau, para salafus sholih, dan para imam. Tidak ada satu pun dari mereka yang mencukur jenggotnya, meski hanya sekali semasa hidupnya. (Al-Lihyah fil kitab was sunnah wa aqwali salafil ummah, karya Muhammad Hasunah, hal 58).

Kalau dahulu para ulama yang tidak berjenggot berangan-angan untuk jenggotan, akan tetapi sebaliknya sebagian kiyai dan ustadz zaman sekarang justru berangan-angan tidak berjenggot, sehingga selalu mencukur habis jenggot mereka.

Abu Haamid Al-Gozzali rahimahullah berkata :

وقال شريح القاضي : وَدِدْتُ أَنَّ لِي لَحْيَةً وَلَوْ بَعَشْرَةِ آلاَفٍ

"Syuraih Al-Qoodhli berkata : "Aku berharap kalau aku memiliki jenggot, meskipun harus membayar 10 ribu dinar/dirham" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)

Al-Gozali juga berkata :

قال أصحاب الأحنف بن قيس وددنا أن نشتري للأحنف لحية ولو بعشرين ألفا

"Para sahabat Al-Ahnaf bin Qois berkata, "Kami berangan-angan untuk membelikan jenggot buat Al-Ahnaf meskipun harus membayar 20 ribu dinar/dirham"

Kenapa bisa demikian??, Al-Gozali berkata :

فإن اللحية زينة الرجال ...وبها يتميز الرجال عن النساء

"Sesungguhnya jenggot adalah perhiasan para lelaki…dengannya terbedakan antara para lelaki dan para wanita" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)

Yang lebih lucu lagi jika ada orang yahudi dan nashrani mencibir orang Islam yang berjenggot…bahkan dikatakan seperti kambing ??!!, apakah mereka lupa bahwa Nabi Musa 'alaihis salaam dan juga Nabi Isa –yang dianggap tuhan oleh mereka- juga berjenggot??

Karenanya sungguh lucu jika ada seseorang yang menolak hukum wajibnya memelihara jenggot dengan alasan kalau hukumnya wajib maka hal ini adalah ketidak adilan, karena terlalu banyak orang Indonesia yang tidak tumbuh jenggotnya. Sebagaimana yang disampaikan sebagian orang : ((Selain menggunakan logika perbedaan ’illat, mereka tidak mewajibkan atau menyunnahkan memelihara jenggot karena masalah ketidak-adilan.

Kalau memelihara jenggot dianggap sebagai ibadah, entah hukumnya wajib atau sunnah, maka betapa agama Islam ini sangat tidak adil. Sebab hanya mereka yang ditakdirkan punya bakat berjenggot saja yang bisa mengamalkannya.

Hal itu mengingat keberadaan jenggot amat berbeda dengan rambut pada kepala manusia, dimana setiap bayi yang lahir, sudah dipastikan di kepalanya tumbuh rambut. Demikian juga dengan kuku, setiap manusia tentu punya kuku yang terus tumbuh sejak lahir hingga mati.

Namun tidak demikian halnya dengan jenggot. Ada berjuta-juta manusia di dunia ini yang secara sunnatullah memang tidak tumbuh jenggotnya. Dan hal itu terjadi sejak dari lahir sampai tua dan mati. Allah SWT mentaqdirkan memang tidak ada satu pun jenggot tumbuh di dagu mereka.

Maka kalau berjenggot panjang itu diwajibkan atau sunnahkan, apakah mereka yang ditakdirkan punya wajah tidak tumbuh jenggot lantas menjadi berdosa atau tidak bisa mendapatkan pahala? Dan apakah ukuran ketaqwaan seseorang bisa diukur dengan keberadaan jenggot?

Kalau memang demikian ketentuanya, maka betapa tidak adilnya syariat Islam, karena hanya memberi kesempatan bertaqarrub kepada orang-orang tertentu saja dengan menutup kesempatan buat sebagian orang.

Memang buat bangsa-bangsa tertentu, seperti bangsa Arab, semua laki-laki mereka lahir dengan potensi berjenggot, bahkan sejak dari masih belia, sudah ada tanda-tanda akan berjenggot. Namun buat ras manusia jenis tertentu, seperti umumnya masyarakat Indonesia, tidak semua orang punya bakat berjenggot, bahkan meski sudah diberi berbagai obat penumbuh dan penyubur jenggot, tetap saja sang jenggot idaman tidak tumbuh-tumbuh juga.

Betapa malangnya orang-orang Indonesia, yang lahir tanpa potensi untuk memiliki jenggot. Lantas apakah dosa mereka sehingga ’dihukum’ Allah sehingga tidak bisa berjenggot?)) (lihat : http://www.rumahfiqih.com/m/x.php?id=1365327813)

Tentu perkaranya adalah mudah, jika seseorang janggutnya tidak bisa tumbuh ya jelas tidak berdosa… Allah tidak membebani diluar kemampuan seorang hamba. Seluruh perintah Allah berkaitan dengan kemampuan seorang hamba. Hal ini merupakan perkara yang sangat mendasar diketahui oleh para penuntut ilmu. Dalam sholat berdiri adalah hukumnya wajib, akan tetapi jika seseorang cacat tidak mampu untuk berdiri, maka tidak diwajibkan baginya untuk sholat berdiri, dan jangan lantas kita menuduh syari'at tidak adil, karena mewajibkan apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang cacat tersebut.

Demikian juga haji, hanya wajib bagi yang mampu, maka yang tidak mampu sama sekali tidak tercela…padahal mayoritas kaum muslimin di dunia tidak mampu. Maka jangan lantas kita menuduh syari'at tidak adil??. Yang tercela adalah yang telah memiliki kemampuan lantas tidak melaksanakan ibadah haji…sebagaimana seseorang yang telah diberi anugrah oleh Allah tumbuh jenggotnya lantas iapun mencukur habis gundul jenggot tersebut !!!. Di zaman para ulama juga ada orang-orang yang tidak tumbuh jenggotnya atau sangat sedikit jenggotnya, akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang menolak hukum sunnahnya jenggot hanya karena alasan ketidak adilan syari'at??? Saya jadi penasaran ulama madzhab manakah yang menyatakan demikian??!, mohon infonya dari ustadz Ahmad Sarawat.

Dalih "ketidak adilan syari'at" ini melazimkan bahwa memelihara jenggot sama sekali tidak disunnahkan, karena akan ada jutaan muslim yang tidak bisa menjalankan sunnah. Lantas bagaimana dengan sabda Nabi

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللَّحْيَةِ...

"10 perkara termasuk fitrah, mencukur kumis dan membiarkan (tumbuhnya) jenggot…" (HR Muslim no 261)

Apakah hadits Nabi ini tidak ada artinya sama sekali…?? Ataukah hadits Nabi ini hanya berlaku kepada orang-orang Arab dan orang-orang yang berjanggut??, apakah Allah tidak memberi tahu Nabi bahwasanya akan ada kaum muslimin yang tidak bisa tumbuh jenggotnya??

Dan pada hadits ini juga ada bantahan terhadap mereka yang berpendapat bahwa disyari'atkannya memanjangkan jenggot berkaitan dengan adat, yang hukumnya bisa berubah dengan perubahan zaman dan perubahan adat istiadat. Hal ini karena membiarkan jenggot tumbuh dan tidak dicukur merupakan fitroh yang tidak mungkin berubah hukumnya. Allah berfirman

فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

"tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS Ar-Ruum : 30)

Maksud kata fitrah dalam hadits di atas, sebagaimana dikemukakan oleh para penyarah hadits, adalah: “Sunnah (tuntunan) yang dipilih oleh para Nabi terdahulu, yang seluruh ajaran langit sepakat dengannya, karena ia memang sesuai dengan tabiat asal manusia”. Anda bisa merujuk keterangan ini di kitab (an-Nihayah fi Ghoribil Hadits, karya Ibnul Atsir, hal: 710), (Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori, hadits no: 5889), (al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab, karya Imam Nawawi 1/338 ), (Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi, hadits no: 2756).

Intinya, karena yang dimaksud dengan kata fitrah adalah ajaran seluruh Nabi yang sesuai dengan tabiat asal manusia, maka ia ada yang wajib, ada juga yang sunat… Bukankah khitan hukumnya wajib, meski beliau memasukkannya dalam fitrah sebagaimana hadits berikut?!

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ: الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ  (متفق عليه)ـ

Dari Abu Huroiroh r.a., bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Fitroh itu lima”, atau dengan redaksi “Lima diantara fitroh“: khitan, istihdad, memotong kuku, mencabut (bulu) ketiak, dan memotong kumis. (Muttafaqun Alaih)

Imam al-Mawardi yang bermadzhab syafi’i juga telah menjawab syubhat ini, beliau berkata:

وَأَمَّا الْجَوَابُ عَنْ قَوْلِهِ: عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ، فَهُوَ أَنَّ الْفِطْرَةَ الدِّينُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا [الرُّومِ : 30] يَعْنِي دِينَهُمُ الَّذِي فَطَرَهُمْ عَلَيْهِ. وَمَا قَرَنَ بِهِ مِنْ غَيْرِ الْوَاجِبَاتِ لَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ فِي حُكْمِهَا، لِأَنَّهُ قَدْ يَقْتَرِنُ الْوَاجِبُ بِغَيْرِ وَاجِبٍ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ (الْأَنْعَامِ: 141)

Adapun jawaban dari hadits “Sepuluh hal yang termasuk fitroh“, maka (jawabannya adalah), bahwa yang dimaksud dengan kata fitroh di sini adalah agama, sebagaimana dalam firman Alloh ta’ala: “Itulah fitroh yang manusia diciptakan atasnya” (Surat ar-Rum: 30), maksudnya adalah agama yang mereka diciptakan atasnya. Adapun hal-hal tidak wajib lainnya yang disebutkan bersamanya, itu tidak menunjukkan bahwa hal itu seperti hukumnya, karena kadang sesuatu yang wajib digandengkan dengan sesuatu yang tidak wajib, sebagaimana dalam firman-Nya: “Makanlah dari buahnya saat ia berbuah, dan tunaikanlah kewajiban (zakat)-nya saat panennya”. (Surat al-An’am: 141) (lihat http://addariny.wordpress.com/2010/01/31/jenggot-haruskah-5-terakhir/)

Demikian juga bantahan terhadap perkataan sebagian orang ((Namun ketika ’urf atau tradisi orang-orang musyrik dan majusi berubah, seiring dengan berjalannya waktu dan penyebaran budaya mereka, maka mereka pun punya penampilan dan ciri fisik yang berbeda juga. Ketika banyak dari orang-orang musyrik dan majusi yang tidak lagi memanjangkan kumis dan memotong jenggot, sebagaimana yang mereka lakukan di masa hidup Rasulullah SAW, maka dalam logika mereka, hukumnya pun juga ikut berubah juga.)) (lihat  http://www.rumahfiqih.com/m/x.php?id=1365327813)

Dan kenyataan juga mendustakan… hingga saat ini jenggot identik dengan cirri khas kaum muslimin.

Jika ada yang mengatakan bahwa sebagian kaum musyrikin seperti Yahudi juga memelihara jenggot…, maka jawabannya adalah : Sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kaum yahudi, dan demikian juga kaum musyrikin Arab telah berjenggot, dan tidak dikenal bahwasanya musyrikin Arab mencukur jenggot mereka !!. Akan tetapi hal ini tidak menjadikan Nabi membatalkan hukum disyari'atkannya berjenggot. Oleh karenanya Nabi tetap menysari'atkan jenggot untuk menyelisihi kaum musyrikin yang tidak berjenggot seperti majusi. Selain itu kaum yahudi yang memelihara jenggot hanyalah sebagian kecil dari mereka, itupun jenggot sebagian mereka memiliki penampilan lain, yaitu dikuncir. Sepertinya mereka ingin tampil beda dari kaum muslimin??!!.

Jika ada yang berkata, "Zaman sudah berubah kaum majusi sudah tidak lagi memanjangkan kumis dan sudah tidak lagi memotong jenggot". Jawabannya, Kapankah datang zaman tersebut??. Hingga detik ini para penyembah api atau penyembah matahari masih tidak memelihara jenggot mereka !!!. Jenggot masih dinilai sebagai ciri khas kaum muslimin… Dan jika seandainya kaum majusi sudah merubah tradisi mereka menjadi gemar memelihara jenggot maka hukum disyari'atkannya jenggot tidak akan pernah berubah karena merupakan fitroh sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas lalu. Wallahu a'lam bis shawab.

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 01-07-1434 H / 11 Mei 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

[Copas & posted by FP Ittiba'Rasulullah].

Doa Duduk diantara Dua Sujud

*_COBALAH SIMAK DOA DUDUK DIANTARA DUA SUJUD BILA KITA HAYATI MAKNANYA_*:

*_√ ROBIGHFIRLII_*,
*_√ WARHAMNII_*,
*_√ WAJBURNII_*,
*_√ WARFA’NII_*,
*_√ WARZUQNII_*,
*_√ WAHDINI_*,
*_√ WA’AAFINII_*,
*_√ WA’FUANNII_*

Ketika orang ditanya, “do’a apakah yang paling sering dibaca oleh seorang muslim ?”,
Banyak yang menjawabnya dengan salah. Begitu seringnya do’a itu dibaca, sehingga ketika sedang membaca do’a banyak yang tidak merasa berdo’a.

Padahal do’a itu sangat dahsyat, mencakup kebutuhan kita di dunia dan akhirat. Dan dibaca minimal 17 kali setiap hari

Do’a itu adalah *_DO’A DIANTARA DUA SUJUD_*, marilah kita renungi maknanya :

*_√ ROBIGHFIRLII_*.
Wahai Tuhan ampunilah dosaku.
Dosa adalah beban, yang menyebabkan kita berat melangkah menuju ke ridho اللّهُ Dosa adalah kotoran hati yang membuat hati kelam sehingga hati kita merasa berat untuk melakukan kebaikan.

*_√ WARHAMNII_*.
Sayangilah diriku.
Kalau kita disayang اللّهُ hidup akan terasa nyaman, karena dengan kasih Sayang akan dapat dicapai semua cita2. Dengan kasih Sayang اللّهُ nafsu kita akan terbimbing.

*_√ WAJBURNII_*.
Tutuplah segala kekuranganku.
Banyak sekali kekurangan kita, kurang syukur, kurang sabar, kurang bisa menerima kenyataan, mudah marah, pendendam dll. Kalau kekurangan kita ditutup/diperbaiki اللّهُ , maka kita akan menjadi manusia sebenarnya.

*_√ WARFA’NII_*.
Tinggikanlah derajatku.
Kalau اللّهُ sudah meninggikan derajat kita, maka pasti tidak ada manusia yang bisa menghinakan kita.

*_√ WARZUQNII_*.
Berikanlah aku rizki,
Sebagai hamba اللّهُ kita membutuhkan rizki اللّهُ mampu mendatangkan rizki dari arah yang tak terduga dan tanpa perhitungan.

*_√ WAHDINI_*.
Berikanlah aku petunjuk/bimbinglah aku ke jalan kebahagiaan.
Kita tidak hanya minta petunjuk/hidayah yang berkaitan dengan akhirat, tetapi kita juga minta petunjuk agar terhindar dari mengambil keputusan yang salah utk kebahagiaan di dunia.

*_√ WA’AAFINII_*.
Berikanlah aku kesehatan.
Apabila kita sehat kita bisa menambah kebaikan dan manfaat serta tidak menjadi beban orang lain.

*_√ WA’FUANNII_*.
Aku mohon agar kesalahanku dihapus dari catatan.

Dari do'a tsb diawali do’a dengan mohon ampun dan kita akhiri dengan permohonan ampunan utk menghapus dosa. Sehingga kita berharap benar-benar bersih dari dosa.

ALLAH SWT memerintahkan kita untuk membaca do’a itu, Rasulullah SAW mencontohkan kepada kita.

*_TERKADANG YG JADI PERSOALAN DI MANA HATI DAN  PIKIRAN KITA KETIKA KITA MEMBACA DO’A ITU ?_*
*_DAN BANYAK DIANTARA KITA TIDAK MENGERTI  MAKNANNYA_*.

Padahal dahsyat  doa tsb, dan masih banyak orang, entah dia imam atau pun makmum..., sering tergesa-gesa membacanya. Seharusnya  tuma'nina dgn meresapi dan benar2 meminta kepada ALLAH SWT.

Marilah segera resapi dan tuma'nina semoga mendapatkan dahsyatnya do'a tsb.

Allahu a'lam bishawab...

Dampak Buruk Menjauh dari Majelis Ilmu

*DAMPAK BURUK MENJAUH DARI MAJELIS ILMU*

Bismillaah.
Menjauh dari majelis ilmu dan pertemuan dengan para ikhwah serta menjauh dari kunjungan-kunjungan da’wah dapat mengeraskan hati.
Al Hasan al Bashri berkata:
“Sahabat-sahabat kami lebih mahal daripada keluarga kami. Keluarga kami mengingatkan kami kepada dunia sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akherat."

_*Usahakan selalu hadir di majelis ilmu atau minimal dua majelis ilmu dalam sepekan di masjid.*_
_*Jika anda beranggapan mendengar kaset (atau radio) saja sudah cukup maka anda keliru.*_

Sesungguhnya anda butuh hadir di masjid.  Ketika anda duduk di majelis ilmu dalam masjid, para malaikat akan mengelilingimu, sakinah (ketenangan) akan menaungimu, rahmat akan turun kepadamu dan Allah akan memujimu di hadapan para malaikatNya...

Demi Allah, ini sesuatu yang lain dari yang lain.
Oleh karena itu engkau dapati kebanyakan orang-orang yang tergelincir adalah orang-orang yang melalaikan majelis ilmu.

Rutinlah hadir di majelis ilmu, jagalah dan ikutilah jadwal-jadwalnya setiap pekan niscaya engkau memperoleh semangat keimanan yang baru.

Jika di sana terdapat kekurangan maka akan segera membaik atau bila terdapat retak pasti tertutupi insya Allah.
Rahasianya, ketika engkau hadir di majelis-majelis ilmu, keimananmu akan meningkat. 

Kami dahulu selalu menyertai para masyaaikh di awal iltizam, lalu salah seorang sahabat kami absen.
Syaikh bertanya tentangnya, mereka berkata:
“Ia sedang asyik membaca sebuah kitab sehingga tidak bisa datang.”
Syaikh berkata:
“Kabarkan kepadanya bahwa pertemuanmu dengan sahabat-sahabatmu akan menambah keimanan dalam hatimu lebih banyak daripada engkau membaca kitab seorang diri.”

Memang benar, hadir di majelis-majelis ilmu untuk mencari berkah, barangkali ada salah seorang hadirin yang mustajab doanya. Apabila ia mengaminkan doa syaikh niscaya akan dikabulkan doa dan Allah akan merahmati seluruh hadirin.
Dengan begitu engkau akan memperoleh kemenangan yang besar.

Dalam hadits disebutkan:

هُمُ الْقَوْمُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ 

“Mereka adalah satu kaum yang tidak akan rugi orang-orang yang bermajelis dengan mereka.”
(📓Muttafaq ‘alihi)

Oleh karena itu seorang sahabat nabi berkata kepada temannya, “Bergabunglah bersama kami, kita meningkatkan iman sesaat.” Kemudian apa yang engkau kerjakan apabila engkau tidak hadir?  Kesibukan-kesibukan dunia, ambisi-ambisi rendahan, bisikan-bisikan setan!
Masjid adalah rumah bagi setiap orang yang bertaqwa, masjidlah tempat kembali kaum mu’minin.
Kembalilah ke masjid, hadirilah halaqah ilmu. Berlindunglah kepada Allah niscaya Allah akan melindungimu.
Janganlah berpaling, karena Allah akan berpaling darimu.

_Dari terjemahan Min Asbaab Al-Futur wa 'Ilaajuhu karya Muhammad Husain Ya'qub_   _Diterjemahkan oleh : Ustadz Abu Ihsan Al Atsari, M.A_

Hakikat Ber Tauhid kepada Alloh SWT

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’alal memiliki banyak keutamaan, antara lain:

1. Orang yang bertauhid kepada Allah akan dihapus dosa-dosanya.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘aliahi wa sallam dalam sebuah hadits qudsi, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi berfirman:

…يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.

‘…Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.’” [2]

2. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan mendapatkan petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan mendapatkan rasa aman. Allah Azza wa Jalla berfirman:

ذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. ” [Al-An’aam: 82]

Di antara permohonan kita yang paling banyak adalah memohon agar ditunjuki jalan yang lurus:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.” [Al-Faatihah: 6-7]

Yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang yang shalih.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baik-nya.” [An-Nisaa’: 69]

Kita juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang yang sesat, yaitu jalannya kaum Yahudi dan Nasrani.

3. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dihilangkan kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًاوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka…” [Ath-Thalaq: 2-3]

Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak bertauhid. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan keluar dari berbagai masalah hidupnya.[3]

4. Orang yang mentauhidkan Allah, maka Allah akan menjadikan dalam hatinya rasa cinta kepada iman dan Allah akan menghiasi hatinya dengannya serta Dia menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ ۚ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِّنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [Al-Hujurat: 7]

5. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan ridha Allah, dan orang yang paling bahagia dengan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mengatakan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.

6. Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dijamin masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga.” [4]

مَنْ مَاتَ لاَيُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia masuk Surga.” [5]

7. Orang yang bertauhid akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kemenangan, pertolongan, kejayaan dan kemuliaan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” [Muhammad: 7]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nuur: 55]

8. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diberi kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

9.Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، ثُمَّ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَخْرِجُوْا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ، فَيُخْرَجُوْنَ مِنْهَا قَد ِاسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهْرِ الْحَيَاءِ -أَوِ الْحَيَاةِ، شَكَّ مَالِكٌ- فَيَنْبُتُوْنَ كَمَا تَنْبُتُ الْحَبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ، أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً؟

“Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman, ‘Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi iman!’ Maka mereka pun dikeluarkan dari Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?” [6]

10. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, maka amal yang sedikit itu akan menjadi banyak.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” [Al-Mulk: 2]

Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah Azza wa Jalla menyebutkan dengan “amal yang baik”, tidak dengan “amal yang banyak”. Amal dikatakan baik atau shalih bila memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Ikhlas, dan (2) Ittiba’ (mengikuti contoh) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ pada hari Kiamat lebih berat dibandingkan langit dan bumi dengan sebab ikhlas.

11. Mendapat rasa aman. Orang yang tidak bertauhid, selalu was-was, dalam ketakutan, tidak tenang. Mereka takut kepada hari sial, atau punya anak lebih dari dua, takut tentang masa depan, takut hartanya lenyap dan seterusnya.

12. Tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal kita. Sempurna dan tidaknya amal seseorang bergantung pada tauhidnya. Orang yang beramal tapi tidak sempurna tauhidnya, misalnya riya, tidak ikhlas, niscaya amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan mendatangkan kebahagiaan baik itu berupa shalat, zakat, shadaqah, puasa, haji dan lainnya. Syirik (besar) akan menghapus seluruh amal.

13. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diringankan dari perbuatan yang tidak ia sukai dan dari penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu, jika seorang hamba menyempurnakan tauhid dan keimanannya, niscaya kesusahan dan kesulitan dihadapinya dengan lapang dada, sabar, jiwa tenang, pasrah dan ridha kepada takdir-Nya.

Para ulama banyak menjelaskan bahwasanya orang sakit dan mendapati musibah itu harus meyakini bahwa:

a. Penyakit yang diderita itu adalah suatu ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Dan penyakit adalah sebagai cobaan dari Allah.

b. Hal itu disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiyat yang ia kerjakan.

c. Hendaklah ia meminta ampun dan kesembuhan kepada Allah Azza wa Jalla, serta meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla sajalah yang dapat menyembuhkannya.

14. Tauhid akan memerdekakan seorang hamba dari penghambaan kepada makhluk-Nya, agar menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja yang menciptakan semua makhluk.

Artinya yaitu orang-orang yang bertauhid dalam ke-hidupannya hanya menghamba, memohon pertolongan, meminta ampunan dan berbagai macam ibadah lainnya, hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.

15. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dimudahkan untuk melaksanakan amal-amal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, serta dapat menghibur seseorang dari musibah yang dialaminya.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umatnya agar berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla untuk memohon segala kebaikan dan dijauhkan dari berbagai macam kejelekan serta dijadikan setiap ketentuan (qadha) itu baik untuk kita. Do’a yang dibaca Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah:

اَللَّهُمَّ …وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا.

“Ya Allah…, dan aku minta kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap ketetapan (qadha) yang telah Engkau tetapkan bagiku merupakan suatu kebaikan.”[7]

Salah satu rukun iman adalah iman kepada qadha’ dan qadar, yang baik dan yang buruk. Dengan mengimani hal ini niscaya setiap apa yang terjadi pada diri kita akan ringan dan mendapat ganjaran dari Allah apabila kita sabar dan ridha.

16. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas dan benar akan dilapangkan dadanya.

17. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas, jujur dan tawakkal kepada Allah dengan sempurna, maka akan masuk Surga tanpa hisab dan adzab.

Beberapa Jalan Alloh Memberikan Rezeki

8 JENIS REZEKI DARI ALLAH

*1.Rezeki Yang Telah Dijamin.*

‎وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
"Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin ALLAH rezekinya."
(Surah Hud : 6).

*2. Rezeki Kerana Usaha.*

‎وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
"Tidaklah manusia mendapatkan apa-apa kecuali apa yang dikerjakannya."
(Surah An-Najm : 39).

*3. Rezeki Kerana Bersyukur.*

‎لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."
(Surah Ibrahim : 7).

*4. Rezeki Tak Terduga.*

‎وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا( ) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Barangsiapa yang bertakwa kepada ALLAH nescaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya."
(Surah At-Thalaq : 2-3).

*5. Rezeki Kerana Istighfar.*

‎فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ( ) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
"Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta.”
(Surah Nuh : 10-11).

*6. Rezeki Kerana Menikah.*

‎وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak dari hamba sahayamu baik laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, maka ALLAH akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan kurnia-Nya."
(Surah An-Nur : 32).

*7. Rezeki Kerana Anak.*

‎وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu kerana takut miskin. Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu.”
(Surah Al-Israa' : 31).

*8. Rezeki Kerana Sedekah.*

‎مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
"Siapakah yang mahu memberi pinjaman kepada ALLAH, pinjaman yang baik (infak & sedekah), maka ALLAH akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak."
(Surah Al-Baqarah : 245).