Apr 16, 2016

Manfaat Sandaran Kepala Mobil

⚠ Tahukah anda bawah tempat sandaran kepala pada kursi mobil sengaja dibuat agar bisa dicabut dan mempunyai besi tajam gunanya untuk memecahkan kaca mobil sekiranya terjadi kebakaran atau keadaan darurat.
Kaca mobil dibuat agar mudah dipecahkan dari dalam.
Tidak banyak yang tahu tentang hal ini sehingga mereka tidak bisa menyelamatkan diri ketika terjadi bahaya yg mengancam para penumpang mobil.

Teruskan info ini ke teman atau keluarga/saudara, semoga bermanfaat.

Apr 14, 2016

Wudhu - Mengusap Kedua Khuf (Sepatu/Kaos Kaki)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 08 Rajab 1437 H / 15 April 2016 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 23 | Mengusap Kedua Khuf
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS03-FZ-H023
~~~~~~~~~~~~~

MATAN KITAB

(فصل) والمسح على الخفين جائز بثلاث شرائط أن يبتدئ لبسهما بعد كمال الطهارة وأن يكونا ساترين لمحل الفرض من القدمين وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما ويمسح المقيم يوما وليلة والمسافر ثلاثة أيام بلياليهن وابتداء المدة من حين يحدث بعد لبس الخفين فإن مسح في الحضر ثم سافر أو مسح في السفر ثم أقام أتم مسح مقيم.ويبطل المسح بثلاثة أشياء بخلعهما وانقضاء المدة وما يوجب الغسل.

Mengusap khuf (kaus kaki khusus) itu boleh dengan 3 (tiga) syarat:
⑴ Memakai khuf setelah suci dari hadats kecil dan hadats besar.
⑵ Khuf (kaus kaki) menutupi mata kaki .
⑶ Dapat dipakai untuk berjalan.

Orang mukim dapat memakai khuf selama satu hari satu malam (24 jam). Sedangkan musafir selama 3 (tiga) hari 3 malam.

Masanya dihitung dari saat hadats (kecil) setelah memakai khuf. Apabila memakai khuf di rumah kemudian bepergian atau mengusap khuf di perjalanan kemudian mukim maka dianggap mengusap khuf untuk mukim.

Mengusap khuf batal oleh 3 (tiga) hal: ⑴ Melepasnya, ⑵ Habisnya masa, ⑶ Hadats besar. (Fiqh AtTaqrib Matan Abū Syujā')
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

MENGUSAP KEDUA KHUF

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para Sahabat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-23 ini kita akan memasuki pembahasan tentang mengusap kedua khuf dan yang semakna dengan khuf (seperti kaus kaki maupun sepatu).

APA YANG DIMAKSUD DENGAN AL-KHUF?

Al-khuf adalah bentuknya seperti kaus kaki namun dia terbuat dari kulit yang tebal dan berfungsi sebagai penutup dan pelindung kaki. Dan terkadang sampai pertengahan betis ataupun dibawah itu.

Dan yang semakna dengan khuf tadi adalah al-jawrāb (kaus kaki) yang terbuat dari kain katun atau kaus atau semisalnya. Dan juga termasuk makna dari khuf adalah sepatu.

Dan kita akan membagi pembahasan ini menjadi beberapa pembahasan.

■ PEMBAHASAN PERTAMA | HUKUM MENGUSAP KHUF ATAU YANG SEMAKNA DENGANNYA

قال المصنف:
((والمسح على الخفين جائز))

((Dan mengusap kedua khuf (atau yang semakna) adalah boleh))

Mengusap kedua khuf ini adalah sebagai ganti dari mencuci kaki tatkala seseorang berwudhū'.

Dan ini adalah pendapat Asy-Syāfi'iyyah, para ulama madzhab dan juga keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jamā'ah, bahkan dikatakan ini adalah ijmā'.

Yang menyelisihi pendapat ini adalah kelompok yang sesat yang menyimpang dari agama yaitu kelompok Syi'ah dan kelompok Khawārij yang menyatakan bahwa mengusap khuf atau yang sejenisnya adalah mutlak dilarang.

Pendapat mereka ini bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam, diantaranya dalam hadits Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau menceritakan:

أنَّه رأى النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّمَ يَمسحُ على الخُفَّينِ

"Bahwasanya beliau melihat Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam mengusap kedua khufnya." (HR Muslim)

Begitu pula hadits 'Ali radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata:

لَوْ كان الدِّينُ بالرأي لكان أسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهِ...

"Seandainya agama ini adalah dengan akal saja maka bagian bawah dari khuf (sepatu) itu lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya..."

Kenapa? Karena bagian bawahlah bagian yang kotor, kenapa yang diusap bagian atasnya?

Akan tetapi agama ini adalah dengan dalil dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karena itu, kata beliau:

... وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

"...Dan sungguh saya melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau mengusap bagian atas dari kedua khufnya."

(HR Abū Dāwūd dan Dāruquthni dan sanadnya dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albāniy)

■ PEMBAHASAN KEDUA | SYARAT DIPERBOLEHKANNYA SESEORANG UNTUK MENGUSAP KEDUA KHUFNYA

قال المصنف:
((بثلاث شروط))

((Dengan memenuhi 3 syarat))

Disini Penulis menyebutkan 3 syarat dan disana ada syarat-syarat yang lainnya, diantaranya bahwasanya:

✓Khuf/kaus kaki/sepatu yang digunakan itu terbuat dari bahan yang suci.

Kita akan sebutkan syarat yang disebutkan oleh Mushannif.

● SYARAT ⑴

((أن يبتدئ لبسهما بعد كمال الطهارة))

((Memakai 2 khuf setelah sempurna dari thahārah/berwudhū'))

Seseorang setelah selesai berwudhū' kemudian memakai khufnya maka dia diperbolehkan untuk mengusap khufnya apabila nanti batal kemudian berwudhū', karena dia memakai khufnya dalam keadaan suci.

Dan ini sebagaimana yang disebutkan hadits Mughīrah bin Syu'bah, beliau mengatakan:

سكبت لرسول الله صلى الله عليه وسلم الوضوء فلما انتهيت إلى الخفين أهويت لأنزعهما فقال دعهما فإني أدخلتهما طاهرتان فمسح عليهما

"Saya menuangkan air dari bejana kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk berwudhū'.

Manakala sampai pada bagian kedua khufnya, sayapun membungkuk hendak melepaskan keduanya.

Maka Beliaupun bersabda: "Tinggalkanlah keduanya (maksudnya jangan dilepas) karena saya memasukkan kedua kaki tersebut dalam keadaan suci."

(HR Al-Khamsah)

● SYARAT ⑵

((وأن يكونا ساترين لمحل الفرض من القدمين))

((Dan harus menutup bagian kaki yang wajib dicuci))

⇒ Ini adalah pendapat Syāfi'iyyah dan kesepakatan dari pada aimmah madzhab bahwasanya khuf (atau yang semakna) yang dipakai maka dia harus menutupi sampai mata kaki, karena bagian yang wajib dicuci adalah sampai mata kaki.

Dan pendapat yang ke-2 mengatakan bahwasanya:

◆ Tidak harus sampai menutupi mata kaki, seperti sepatu yang dipakai tidak sampai menutupi mata kaki, minimal adalah sebagian besar menutupi kakinya.

⇒ Ini adalah pendapat Ibnu Hazm yang dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahumallāh.

● SYARAT ⑶

((وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما))

((Kedua khuf ini bisa dipakai berjalan diatasnya))

Yaitu dibuat dari bahan yang bisa dipakai untuk berjalan diatasnya seperti kulit, kain yang kuat atau yang semisalnya.

Apabila dibuat dari bahan yang akan tercabik-cabik (robek) tatkala diusap maka tidak diperkenankan untuk mengusap khuf tadi.

■ PEMBAHASAN KETIGA | WAKTU YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK MENGUSAP KHUF (ATAU YANG SEMAKNA DENGAN KHUF)

قال المصنف:
((و يمسح المقيم يوما و ليلة و المسافر ثلاثة أيام بلياليهن))

((Orang yang muqim/tinggal/menetap dia diberi rukshah untuk mengusap selama 1 hari 1 malam. Sedangkan untuk musafir/orang yang bepergian dia diberi rukshah selama 3 hari 3 malam))

Ini pendapat Syāfi'iyyah dan jumhur mayoritas ulama kecuali Malikiyyah.

Dalil jumhur bahwasanya disana ada hadits 'Ali radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata:

جَعَلَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menetapkan waktu untuk mengusap bagi orang-orang yang safar (orang yang bepergian/musafir) selama 3 hari 3 malam. Dan untuk orang-orang yang tinggal (menetap) diberi rukshah 1 hari 1 malam." (HR Muslim)

■ PEMBAHASAN KEEMPAT | KAPAN MULAI DIHITUNG WAKTU UNTUK MENGUSAP KHUF TERSEBUT?

قال المصنف:
((وابتداء المدة من حين يحدث بعد لبس الخفين))

((Waktu untuk mengusap mulai terhitung yaitu pada saat hadats yang pertama kali setelah menggunakan kedua khuf tadi))

Jadi misalnya, seseorang berwudhū' dan memakai khuf/kaus kaki/sepatu pada jam 1 siang setelah dzuhur, kemudian dia berhadats pada jam 4 sore maka waktu rukshah terhitung dari jam 4 sore tadi.

Ini adalah pendapat Syāfi'iyyah, Hanafiyyah dan riwayat yang masuk dari Hanabilah.

◆ Dan disana ada pendapat ke-2 yang merupakan pendapat yang rajih dan kuat adalah terhitung sejak awal bersuci setelah hadats yang pertama.

Misal contoh diatas (contoh sebelumnya);

• Dia batal pada jam 4 sore.
⇒ Ini adalah hadats yang pertama setelah memakai khufnya

• Kemudian bersuci jam 6 sore.
⇒ Ini adalah dia berwudhū' yang pertama kali

Maka yang terhitung adalah yang jam 6 sore.

Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir dan Imām Nawawi Asy-Syāfi'i, Syaikh Bin Bāz dan Syaikh 'Utsaimin.

Dalilnya adalah suatu riwayat dari Abi 'Utsman An-Nahdiy, beliau mengatakan:

حَضَرْتُ سَعْدًا , وَابْنَ عُمَرَ , يَخْتَصِمَانِ إِلَى عُمَرَ فِي الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ ، فَقَالَ عُمَرُ : يَمْسَحُ فَقَالَ عُمَرُ : " يَمْسَحُ عَلَيْهِمَا إِلَى مِثْلِ سَاعَتِهِ مِنْ يَوْمِهِ وَلَيْلَتِهِ"

"Saya menghadiri tatkala Sa'dan dan Ibnu 'Umar berselisih pada masalah mengusap kedua khuf (dan dan bertahqin kepada 'Umar).

Maka 'Umarpun mengatakan: "Hendaknya dia mengusap keduanya dihitung sehari semalam seperti waktu dia mengusapnya."

(HR 'Abdurazzāq dalam Mushannaf dan dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albani)

Kemudian Penulis mengatakan:

((فإن مسح في الحضر ثم سافر، أو مسح في السفر ثم أقام، أتم مسح مقيم))

((Didalam madzhab Syāfi'i, di dalam 2 keadaan: ⑴ Jika dia mengusap pada saat muqim/tinggal kemudian safar/bepergian, atau ⑵ Mengusap pada saat safar kemudian dia muqim/tinggal))

Maka (kata beliau) yang berlaku adalah rukshah mengusap bagi orang yang muqim atau hanya 1 hari 1 malam saja.

Ini adalah pendapat Syāfi'iyyah didalam 2 keadaan.

Namun untuk keadaan yang pertama, yang rājih dan dipilih oleh Syaikh 'Utsaimin adalah:

◆ Tetap berlaku rukshah mengusap untuk musafir karena predikat yang melekat pada dia adalah predikat seorang musafir, maka berlaku pada dia adalah semua yang berlaku pada orang-orang yang safar.

■ PEMBAHASAN KELIMA | PEMBATAL-PEMBATAL DARI RUKSHAH UNTUK MENGUSAP 2 KHUF

((و يبطل المسح بثلاثة أشياء))

((Dan hukum mengusap kedua khuf ini dia batal dengan 3 macam hal))

• Pembatal ⑴

((بخلعهما))

((Dengan melepas 2 khuf/kaus kaki/sepatunya))

Maka secara otomatis rukshah untuk mengusap 2 khuf tadi adalah batal.

• Pembatal ⑵

((وانقضاء المدة))

((Waktunya sudah habis))
⇒ Untuk yang muqim 1 hari 1 malam.
⇒ Untuk yang musafir 3 hari 3 malam.

• Pembatal ⑶

((وما يوجب الغسل))

((Dan hal-hal yang mewajibkan untuk mandi))

Jika terdapat halangan ini maka dia batal rukshah untuk mengusap kedua khufnya.

Berdasarkan sebuah hadits:

كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنَا إذَا كُنّا مُسَافِرِيْنَ أَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافنَا وَلَا نَنْزِعَهَا ثَلاثةَ أَيّامٍ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ إِلِّا مِنْ جَنَابَةِ (رواه النساعي و ترمذي بسند صحيح)

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan kami, apabila kami dalam keadaan safar (bepergian) untuk mengusap khuf-khuf kami dan tidak melepasnya selama 3 hari walaupun buang air besar, buang air kecil maupun dari tidur kecuali apabila junub*."
(HR Nasā'i, Tirmidzi dengan sanad yang shahīh)

*Apabila junub maka seseorang melepaskannya dan kemudian dia bersuci.

Demikian yang bisa kita sampaikan.

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
وآخر دعونا عن الحمد لله رب العلمين
_____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Apr 9, 2016

Hindari Sifat Hasad Kepada Orang Lain

🔥Hindari Sifat Hasad...!!!
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Hasad (iri) adalah;

تمني زوال النعمة المحسود إلى الحاسد

"Menginginkan hilangnya suatu nikmat yang ada pada seorang yang dihasadi hingga berpindah kepada orang yang hasad tsb."
_________
📙At Ta'rifaat Lil Jurjany (120).

🔎Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- memberikan definisi hasad (iri) adalah;

كراهة ما أنعم الله به على الغير وإن لم يتمن زواله تلك النعمة

"Tidak senang tatkala Allah memberikan suatu kenikmatan kepada orang lain, walaupun kadang ia tidak menginginkan hilangnya nikmat tersebut pada orang lain tsb."
_______
📙Hilyah Thalibil 'Ilmi (233).

☝🏻Hasad adalah penyakit dan dosa yang bisa mengarahkan kepada dosa-dosa lainnya, oleh sebab itulah tatkala Iblis berani menentang dan sombong dihadapan Allah maka hal tersebut muncul karena sifat hasad yang dimiliki oleh Iblis -la'natullah-.

Demikian pula hasad bisa memisahkan persatuan sesama muslim bahkan persaudaraan seorang insan.

👆🏼 Tidakkah kita melihat bagaimana keakraban dua anak Adam -'alaihis salaam- lenyap dan sirna disebabkan sifat hasad salah satu dari keduanya??

👉🏻Dan tidakkah kita saksikan pertikaian dan makar anak-anak Nabi Ya'qub -'alaihis salaam- juga karena munculnya sifat hasad yang ada diantara mereka??

▪Seorang yang telah hasad kepada saudaranya maka ia akan melakukan perkara apapun sehingga tercapai tujuannya untuk menghilangkan nikmat yang ada pada saudaranya tersebut, dosa demi dosa seperti kedustaan, pembeberan 'aib, celaan, pembunuhan dst akan dilakukan untuk tercapainya tujuan tersebut.

☝🏻Maka kejelekan demi kejelekan akan terjadi ditengah manusia tatkala penyakit hasad itu menjangkiti mereka.

👉🏻Oleh sebab itulah Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda;

لا يزال الناس بخير مالم يتحاسدوا

"Terus menerus manusia berada pada suatu kebaikan selama mereka tidak saling hasad."
________
HR. At Thabrani (8157)

⚠Kemudian berhati-hatilah wahai saudaraku...

☝🏻Jika anak para Nabi saja tak terlepas dari sifat ini maka tak seorangpun boleh merasa aman dari munculnya sifat berbahaya ini.

🔎Tatkala Imam Al Hasan Al Bashry ditanya;

أيحسد المؤمن؟؟

" Apakah seorang mukmin juga bisa hasad??"

Maka beliau menjawab;

سبحان الله، ما أنساك لإخوة يوسف

"Subhanallah, apakah engkau sudah lupa tentang saudara-saudara Yusuf??!"

👉🏻Dan hasad tersebut akan selalu terbetik dan ada pada hati setiap orang, khususnya antara seseorang yang memiliki kedudukan setara atau profesi yang sama, seperti pedagang dengan pedagang, pembisnis dengan pembisnis, petani dengan petani, guru dengan gruru, bahkan ustadz dengan ustadz.

❕Oleh sebab itulah hendaklah seorang pandai menjaga dirinya dan mengobati hatinya agar tidak terkalahkan dengan sifat hasad ini.

🔎Berkata Al Hasan Al Bashry -rahimahullah-;

ما خلا جسد من حسد ولكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه

"Tidaklah ada tubuh yang terlepas dari sifat hasad, akan tetapi orang yang hina akan menampakkannya sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya."
_______
📙Makarimul Akhlaq (247)

🍃Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata;

Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda;

سيصيب أمتي داء الأمم

"Ummatku akan tertimpa penyakit ummat-ummat terdahulu"

Para sahabat bertanya;

"Ya Rasulullah, apakah penyakit ummat terdahulu itu??"

Beliau menjawab;

الأشر والبطر والتكاثر والتناجش في الدنيا والتباغض والتحاسد حتى يكون البغي

"Yaitu congkak, sombong, berbangga dengan banyaknya harta, saling memperebutkan dunia, saling membenci, saling hasad hingga sampai melampaui batas."
_________
HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak (4/168) dan di shahihkan oleh Syeikh Al Albany dalam Ash Shahihah (680).

Wallohul musta'an.

📝Ustadz Fauzan Al-Kutawy hafizhahullah

📲WA Radio As-Sunnah Sidrap
📟Telegram : @assunnahsidrap

Pemahaman yang tidak Benar di Masyarakat mengenai bulan Rajab

🌎 BimbinganIslam.com
Sabtu, 02 Rajab 1437 H/ 09 April 2016 M
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Abū Sulaiman Aris S
🔊 BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI PADA BULAN RAJAB
📹 Sumber: 
https://almanhaj.or.id/3089-beberapa-kesalahan-yang-terjadi-pada-bulan-rajab.html

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI PADA BULAN RAJAB

_____________________________
Makalah berikuti ini merupakan penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin, yang diangkat dari muhadharah beliau di Universitas Jami’ah Islamiyah, … pada tanggal 9 Rajab tahun 1419H, kemudian disusun dalam sebuah risalah yang berjudul At Tamassuk Bi Sunnah Wa Atsaruhu, dan diterjemahkan dengan sedikit ta’liq (tambahan) oleh Ustadz Abu Sulaiman Aris S
_____________________________

▪1. Bulan Rajab, adalah satu diantara bulan Harām yang empat (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, tiga bulan yang berurutan, kemudian yang keempat adalah Rajab, yang diapit oleh bulan Jumada, yakni Jumada Tsaniah dan Sya’ban).

Empat bulan ini memiliki kekhususan yang sama, tanpa terkecuali bulan Rajab.

Para ulama berselisih pendapat, diantara empat ini, mana yang paling baik.

🔗 Sebagian Syafi’iyah berkata: “Yang paling baik adalah Rajab”.

~~> Tetapi pendapat ini dilemahkan oleh Imām Nawawi dan yang lainnya.

🔗 Sebagian ulama berpendapat: “Bulan Muharram”.

~~> Ini adalah pendapat Al Hasan dan dikuatkan oleh Nawawi.

🔗 Sebagian ulama berkata: ”Bulan Dzulhijjah”.

~~> Pendapat ini diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan selainnya. Dan inilah yang lebih kuat.

Demikian, sebagaimana dinukil dalam kitab Al Latha’if, karya Ibnu Rajab Al Hambali.

Saya berkata (Syaikh Ibnu Utsaimin): Pendapat ini adalah benar. Karena dalam bulan Dzulhijjah terdapat dua keistimewaan. Yaitu :

⑴ Dzulhijjah termasuk bulan-bulan haji, yang padanya terdapat hari Idul Adha.
⑵ Karena Dzulhijjah termasuk bulan-bulan harām.

▪2. Bulan Rajab adalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang Jahiliyah, yakni mereka mengharāmkan perang pada bulan-bulan tersebut, sebagaimana pada bulan-bulan harām lainnya.

Kaum muslimin berbeda pendapat tentang harāmnya berperang pada bulan ini.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa harāmnya berperang pada bulan ini adalah mansukh (telah dihapus hukumnya) dan boleh memulai berperang. Yaitu memerangi orang-orang kāfir pada bulan Rajab dan bulan-bulan harām lainnya, karena adanya dalil-dalil yang umum dalam masalah ini.

Akan tetapi pendapat yang benar, bahwa memulai berperang pada bulan Rajab hukumnya harām.

Namun jika mereka (musuh, Red.) memerangi kita, atau perang tersebut merupakan kelanjutan dari bulan-bulan sebelumnya, maka tidaklah mengapa.

▪3. Bulan Rajab diagungkan oleh orang-orang Jahiliyah dengan berpuasa.

Akan tetapi tidak ada dalil yang shahīh dari Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam masalah mengkhususkan puasa pada bulan Rajab ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 25/290 berkata:

Berpuasa pada bulan Rajab secara khusus diriwayatkan dari hadīts-hadīts yang semuanya dha’if, bahkan palsu. Sedikitpun tidak diakui oleh para ulama. Tidak termasuk dha'if yang diriwayatkan di dalam fadha'ilul a'mal, bahkan seluruhnya adalah maudhu' …,”

Hingga Ibnu Taimiyah Rahimahullāh berkata,"Telah diriwayatkan dari Umar dengan jalan yang shahīh. Bahwa Umar memukul tangan-tangan kaum muslimin, sehingga mereka meletakkannya di atas makanan pada bulan Rajab, sambil mengatakan,"Janganlah kalian menyerupakannya dengan bulan Ramadhan."

Dan suatu ketika, Abū Bakar Ash Shiddiq masuk ke rumahnya, dan melihat keluarganya telah membeli satu bejana tempat air. Mereka bersiap-siap untuk berpuasa. Kemudian beliau bertanya,"Untuk apakah ini?" Mereka menjawab,"Untuk berpuasa pada bulan Rajab." Beliau berkata,"Apakah kalian ingin menyerupakannya dengan bulan Ramadhan?"Kemudian beliau memecahkan bejana tersebut.

Al Hāfizh Ibnu Rajab menyebutkan atsar dari Umar, seperti yang disebutkan dalam Majmu Fatawa. Beliau menambahkan: "Dahulu, bulan Rajab begitu diagungkan oleh orang Jahiliyah. Ketika datang Islam, kemudian ditinggalkan".

▪4. Bulan Rajab diagungkan oleh bangsa Arab.

Mereka mengerjakan umrah pada bulan ini. Karena mereka pergi haji pada bulan Dzulhijjah. Sedangkan Rajab adalah pertengahan tahun yang dihitung dari Muharram.

Oleh karena itu, mereka mengerjakan umrah, agar Ka'bah menjadi makmur dengan orang yang haji dan umrah pada pertengahan dan akhir tahun.

Ibnu Rajab di dalam Al Latha’if berkata:

Disunnahkan oleh Umar untuk umrah pada bulan Rajab. Dan dahulu, ‘Aisyah dan Ibnu Umar mengerjakannya. Ibnu Sirin menukilkan, bahwa dahulu, para salaf mengerjakannya. [1]

▪5. Pada bulan Rajab terdapat shalāt yang dinamakan dengan Shalāt Raghaib.

Dikerjakan malam Jum’at pertama antara Maghrib dan Isya’, sebanyak 12 raka’at dengan sifat yang aneh, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar di dalam kitab Tabyinul ‘Ajab Bima Warada Fi Fadhli Rajab.

· An Nawawi di dalam Syarah Al Muhadzdzab 3/548, berkata:

"Shalāt yang dikenal dengan shalāt Raghaib, yaitu 12 raka’at, dikerjakan antara Maghrib dan Isya’ pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan demikian pula shalat Nishfu Sya'ban 100 raka'at.

Kedua macam shalāt ini adalah bid'ah yang munkar.

Janganlah engkau tertipu dikarenakan kedua shalāt ini disebutkan di dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya’ Ulumuddin.

Semua hadīts-hadīts yang disebutkan di dalamnya adalah batil.

Jangan tertipu dengan sebagian ulama yang terkena syubhat dalam masalah ini, yang mengarang suatu risalah disunnahkannya shalāt ini, karena mereka salah dalam masalah ini.

Dan Al Imām Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma’il Al Maqdisi telah mengarang kitab yang menerangkan mengenai batilnya dua shalāt tersebut.

🔗 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Majmu Fatawa 23/124, berkata:

"Menurut kesepakatan ulama, shalat Raghaib adalah bid'ah, tidak disunnahkan oleh Rasūlullāh dan (tidak pula) oleh seorangpun dari Khulafaur Rasyidin.

Dan tidak dianggap sebagai sunnah oleh para Imām , seperti Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Hanifah, Ats Tsaury, Al Auza’i, Al Laits dan yang lainnya.

Sedangkan menurut kesepakatan ahlul hadits, hadīts-hadīts yang diriwayatkan dalam hal ini adalah palsu".

🔗 Ibnu Rajab di dalam Al Latha’if, berkata:

"Tidak ada (riwayat) yang sah pada bulan Rajab suatu shalā tertentu. Adapun hadīts-hadīts yang diriwayatkan tentang keutamaan shalāt Raghaib pada malam Jum’at pertama dari bulan Rajab adalah palsu dan tidak shahīh".

Beliau (Ibnu Rajab) berkata:

"Para ulama mutaqaddimin tidak menyebutkannya, karena hal ini ada dan muncul sesudah zaman mereka".

Pertama kali dikenal setelah tahun 400-an hijriah, sehingga tidak dikenal oleh ulama mutaqaddimin.

🔗 Asy Syaukani di dalam Al Fawa’id Al Majmu’ah, halaman 48, berkata:

"Para huffazh telah sepakat, bahwasanya shalāt Raghaib adalah berdasarkan hadīts yang palsu. hingga beliau berkata,’Kepalsuan hadītsnya tidak diragukan lagi oleh orang yang memiliki sedikit pemahaman terhadap hadīts-hadīts".

🔗 Al Fairuz Abadi di dalam Al Mukhtashar, berkata, bahwa hadīts tersebut palsu berdasarkan kesepakatan ulama.

Demikian pula dikatakan oleh,

🔗 Al Maqdisi Asy Syaukani menyebutkan di dalam kitab tersebut satu hadīts tentang keutamaan shalāt pada malam pertengahan bulan Rajab, kemudian beliau mengomentari:

"Diriwayatkan oleh Al Jauzqani dari Anas secara marfu'. Tetapi hadīts ini adalah maudhu', dan para rawinya adalah orang-orang majhul".

▪6. Pada bulan Rajab, banyak orang datang ke kota Madīnah untuk berziarah.

Mereka menamakannya "Rajabiyah". Mereka berkeyakinan, bahwa hal ini sebagai sunnah mu'akkadah.

Mereka pergi untuk berziarah ke beberapa tempat. Sebagian dari ziarah ini disyari'atkan, seperti ziarah ke masjid Nabawi, ke masjid Quba', ke kubur Nabi, dan kubur dua orang sahabatnya (Abū Bakar dan Umar, serta kubur para syuhada' Uhud). Dan (ziarah ini) ada yang tidak di syari'atkan, seperti ziarah ke masjid yang dinamakan masjid Ghamamah, masjid kiblatain dan masjid-masjid yang tujuh.

Ziarah Rajabiyah ini tidak ada asalnya di dalam perkataan Ahlul Ilmi.

Tampaklah, hal ini baru saja muncul pada masa-masa terakhir ini.

Tidak diragukan lagi, bahwa masjid Nabawi merupakan satu diantara tiga masjid yang disyari'atkan untuk ziarah kepadanya, yakni Masjidil Harām , Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha'.

Akan tetapi, mengkhususkan ziarah pada bulan tertentu, atau hari tertentu, maka hal ini memerlukan dalil, dan (sesungguhnya) tidak ada dalil yang mengkhususkan bulan Rajab dengan hal itu.

Sehingga, meyakininya sebagai sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allāh pada bulan ini, adalah termasuk bid'ah yang tertolak.

Karena sabda Rasūlullāh :

“من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد”

Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada perintah kami, maka dia akan tertolak.

Dalam lafadz yang lain:

“من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد”

Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perkara kami yang tidak ada perintah darinya, maka dia tertolak. (Yakni ditolak dari pelakunya).

▪7. Pada bulan Rajab, terjadi peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Sebagaimana telah masyhur di kalangan kaum muslimin pada masa-masa terakhir ini, (yang terjadi) pada malam ke 27.

Mereka mengadakan beberapa perayaan. Dan barangkali mereka menjadikan hari itu sebagai hari libur resmi.

Padahal, hal ini memerlukan penelitian dua masalah yang penting.

↝Pertama, dari segi tarikh (kepastian peristiwa)
↝Kedua, apakah dengan mengadakan perayaan ini termasuk ibadah?

MASALAH YANG PERTAMA

Para ulama telah berselisih pendapat.

📌 Ibnu Katsir menyebutkan di dalam kitab Al Bidayah Wan Nihayah 3/119, Cetakan Al Fajjalah, dari Az Zuhri dan Urwah:

"Bahwa Isra' Mi'raj terjadi satu tahun sebelum Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam hijrah ke Madīnah". Yakni pada bulan Rabi’ul Awwal.

√ Dari As Suddi, beliau berkata:

"Terjadi 16 bulan sebelum hijrahnya Rasulullah ke Madīnah", yakni pada bulan Dzulqa'dah.

√ Al Hāfizh Abdul Ghani bin Surur Al Maqdisi membawakan satu hadīts, namun tidak sah sanadnya, bahwasanya Isra’ Mi’raj (terjadi) pada malam 27 bulan Rajab.

√ Sebagian orang berkeyakinan, bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada malam Jum’at pertama bulan Rajab.

Mereka menamakan malam raghaib, yang disyari’atkan untuk shalāt (shalàt Raghaib), padahal tidak ada dalilnya. Wallahu a’lam.

~~>Sampai disini perkataan Ibnu Katsir.

📌 As Saffarini menyebutkan di dalam Syarah Aqidah-nya 2/280, dari Al Waqidi dari rijalnya:

Bahwa Isra' Mi'raj (terjadi) pada malam Sabtu, 17 Ramadhan tahun ke12 dari kenabian, 18 bulan sebelum hijrah.

√ Dan diriwayatkan pula dari para gurunya, mereka berkata:

Rasūl diisra'kan pada malam 17 bulan Rabi'ul Awwal, satu tahun sebelum hijrah. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengaku adanya Ijma'. Demikian ini pendapat Ibnu Abbas dan 'Aisyah.

Kemudian As Saffarini menyebutkan satu perkataan dari Ibnul Jauzi:

Isra’ Mi’raj terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, atau Rajab, atau Ramadhan.

📌 Al Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari 7/203, bab Al Mi’raj, dari Shahih Al Bukhāri:

Bahwa perbedaan ulama dalam masalah ini (terdapat) lebih dari 10 pendapat.

√ Diantaranya, satu tahun sebelum hijrah. Demikian ini pendapat Ibnu Sa’ad dan lainnya, dan (yang) dianggap tepat oleh An Nawawi.

√ Pendapat yang lain, 8 bulan sebelum hijrah, atau 6 bulan, atau 11 bulan, atau 1 tahun 2 bulan, atau 1 tahun 3 bulan, atau 1 tahun 5 bulan, atau 18 bulan, atau 3 tahun sebelum hijrah, atau 5 tahun.

√ Ada (pula) pendapat yang mengatakan, terjadi pada bulan Rajab. Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr, dan dikuatkan oleh An Nawawi di dalam kitab Raudhah.

Akan tetapi sebagian ulama tidak menjumpainya di dalam Raudhah.

√ Syaikhul Islam berkata, seperti dinukil oleh muridnya Ibnul Qoyyim di dalam Zaadul Ma'ad, ketika menyebutkan keistimewaan hari-hari dan bulan tertentu daripada yang lainnya, beliau menjawab: "Orang yang mengatakan bahwa malam Isra' lebih mulia daripada malam lailatul qadar, yakni dia berkeyakinan bahwa shalāt dan berdo'a pada malam Isra' yang dikerjakan setiap tahunnya lebih afdhal, maka pendapat ini adalah batil.

Belum pernah dikatakan oleh seorangpun dari ummat ini. Sangat jelas kebatilannya menurut agama Islam.

Hal ini, jika telah diketahui waktu terjadinya malam Isra' mi'raj dengan pasti.

Namun, bagaimana jika belum diketahui dalil yang menetapkan bulannya atau detailnya? Bahkan nukilan-nukilan dalam masalah ini terputus dan berbeda-beda.

Tidak terdapat kepastian padanya, dan tidak disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan suatu shalāt atau ibadah lainnya pada malam yang diyakini sebagai malam Isra' dan Mi'raj …, hingga beliau berkata: Tidak seorangpun dari kaum muslimin yang meyakini malam Isra' lebih lebih baik dari yang lainnya, terlebih dengan malam lailatul qadar.
Demikian pula para shahabat dan tabi'in, mereka tidak mengkhususkan malam ini, dan mereka tidak mengenalnya. Bahkan tidak dikenal kapan terjadinya malam itu”.

Ini masalah pertama yang ada kaitannya dengan Isra' Mi'raj. Telah jelas bahwa malam tersebut belum diketahui kapan terjadinya.

MASALAH YANG KEDUA

Adapun masalah yang kedua, yaitu menjadikan malam tersebut sebagai ‘id, yang dirayakan dan diadakan muhadharah, serta dibacakan hadīts-hadīts yang dha'if atau palsu tentang kisah Isra' Mi'raj.

Maka, tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bid'ah yang diada-adakan di dalam agama Islam.

Apabila seseorang berlepas diri dari hawa dan mengetahui dengan sebenarnya, maka perayaan-perayaan seperti ini tidak pernah dikenal pada zaman sahabat dan para tabi’in.

📌 Dalam Islam tidak ada hari raya, kecuali tiga. Yaitu :

⑴ Idul fithri
⑵ Idul adha (Keduanya adalah 'id yang berulang setiap tahun)
⑶ Sedangkan yang ketiga adalah hari Jum’at, hari raya setiap pekan.

Tidak ada hari raya selain tiga ini.

Hendaknya diketahui, bahwa ittiba' Rasūlullāh yang sebenarnya adalah dengan berpegang teguh terhadap sunnahnya, mengerjakan yang Beliau kerjakan, meninggalkan sesuatu yang Beliau tinggalkan.

Barangsiapa menambah atau mengurangi, maka telah berkurang kadar mutaba'ahnya (ketaatan) kepada Rasūlullāh.

Menambah (permasalahan) di dalam agama lebih berat, karena mendahului Allāh dan Rasūl-Nya.

Orang yang berakal, adalah orang yang mengetahui bahwa perbuatan seperti ini merupakan bencana yang besar. Sehingga seorang mukmin yang sempurna adalah orang yang beribadah kepada Allāh dengan syari’at Rasūlullāh.

Dan seseorang mempunyai kekurangan yang besar, apabila ia menambah (sesuatu) pada syari’at Allāh dan Rasūl-Nya.

Hendaknya seorang mukmin berhati-hati dari perbuatan bid'ah yang dianggap baik oleh hawa nafsunya. Karena Nabi memperingatkan kita dari hal itu, dan Beliau menyampaikannya dalam khutbah Jum’at.

Beliau berkata:

أما بعد:فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

Adapun sesudah itu, maka sebaik-baik perkataan adalah Kitabullāh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid'ah adalah sesat. (Seperti ini diriwayatkan dalam Shahīh Muslim. Dan dalam riwayat An Nasa’i (disebutkan):

وكل ضلالة في النار

Dan setiap kesesatan adalah di neraka.

Saya berdo’a kepada Allāh untuk meneguhkan kita dengan perkataan yang kuat di dunia maupun di akhirat.
Dan semoga Allāh melindungi kita dari berbagai fitnah, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi dan Maha Pemurah.

Tanggal 11 Rabi’ul Awwal 1425H, bertepatan tanggal 1 Mei 2004M.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh berkata: “Bahwasanya para ulama mengingkari pengkhususan adanya memperbanyak ibadah umrah pada bulan Rajab”.

Dan Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz At Tuwaijiri di dalam kitab Al Bida’ Al Hauliyah, halaman 238, berkata: “Yang rajah, menurut saya -wallahu a’lam- bahwasanya mengkhususkan bulan Rajab dengan umrah itu tidak ada asalnya, karena tidak ada dalil syar’i yang mengkhususkannya.

Dan Rasulullah tidak pernah mengerjakan umrah pada bulan Rajab. Seandainya hal ini terdapat keutamaan, pasti Beliau menganjurkan ummatnya, karena Beliau orang yang bersemangat untuk (berbuat) kebaikan, sebagaimana Beliau menganjurkan untuk mengerjakan umrah pada bulan Ramadhan.

Adapun yang dikatakan sunnah oleh sahabat Umar bin Khathab, maka saya belum menemukan sanadnya. Dan yang dinukil oleh Ibnu Sirin, bahwa para salaf dahulu mengerjakannya, maka tidak terdapat dalil yang mengkhususkan umrah pada bulan Rajab.

Karena maksud mereka tidak untuk mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah umrah, tetapi maksud mereka -wallahu a’lam- ialah untuk mengerjakan haji pada satu kali safar dan mengerjakan umrah pada safar tersendiri, untuk menyempurnakan haji dan umrah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab dalam uraiannya yang dinukil Ibnu Sirin dari para salaf”.

_____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Keutamaan Bulan Rajab

🌎 BimbinganIslam.com
Jum'at, 01 Rajab 1437 H/ 08 April 2016 M
📝 Materi Tematik
👤 Ustadz Badrusalam, Lc
🔊 Nasehat Singkat | Keutamaan Bulan Rajab
⬇ Download Audio: https://goo.gl/V9Vojv

📹 Sumber: https://youtu.be/gmczAZQxbtQ
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

KEUTAMAAN BULAN RAJAB

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد وعلى آله و اصحابه ومن وله أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وحده لا شريك له وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُ
قال الله تعالى في كتابه الكريم {{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ, أما بعد}}

أيها الإخوة أعاذني الله وإياكم

Kita berada di bulan Rajab. Rajab merupakan bulan yang harām karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menciptakan satu tahun itu 12 bulan dan diantara 12 bulan itu ada 4 bulan harām.

Allāh berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

"Sesungguhnya jumlah bulan di dalam setahun itu 12 (dua belas) bulan, di dalam kitab Allāh diantaranya 4 (empat) bulan harām. Iitulah agama Allāh yang lurus, jangan kalian berbuat zhalim dibulan-bulan harām tersebut."

(QS At Taubah: 36)

Allāh menyebutkan bahwa jumlah bulan 12 (dua belas) dan diantaranya 4 (empat) adalah bulan yang harām.

Apa 4 (empat) bulan itu?

Yaitu:
⑴ Dzul Qa'dah
⑵ Dzul Hijjah
⑶ Muharram
⑷ Rajab.

Kenapa disebut bulan harām?

Dan apa keistimewaan bulan harām yang termasuk kepadanya yaitu bulan Rajab ?

Ketahuilah ya akhi,

Bahwa disebut dengan bulan harām, karena bulan itu adalah bulan yang suci.

Dan adalah dahulu orang-orang Arab yang mensucikan bulan tersebut, terlebih kaum Mudhar yang sangat menghormati bulan Rajab, karena menurut mereka bulan Rajab itu bulan yang sangat mulia sekali, sehingga disebut dengan Rajab Mudhar.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam ayat ini mengatakan, ( فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ) janganlah kalian menzhalimi diri kalian pada bulan-bulan tersebut.

Padahal berbuat zhalim di selain bulan tersebut itu diharamkan akan tetapi Allāh mengkhususkan larangan berbuat zhalim di bulan tersebut.

Itu menunjukan bahwa perbuatan zhalim di bulan-bulan haram itu dilipat gandakan dosanya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karena itulah, disebut dengan bulan haram karena bulan yang (sangat) diharamkan padanya berbuat zhalim.

Dan pada waktu itu, dulu di masa Jahiliyyah, orang-orang Jahiliyyah sangat menghormati bulan-bulan harām itu.

Orang-orang Jahiliyyah pada bulan harām:

√ Tidak melakukan peperangan.
√ Tidak membunuh.

Walaupun mereka Jahiliyyah tapi masih ada sisa-sisa ajaran agama Ibrāhim.

Maka, pada bulan-bulan harām itu kita berusaha untuk menghormatinya, dengan cara menjauhi keharaman-keharaman di bulan tersebut.

Karena bulan itu merupakan bulan yang suci, bulan yang hendaknya kita jauhi berbagai macam maksiat.

Dan di bulan tersebut kemaksiatan, kezhaliman dilipat gandakan dosanya di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Termasuk di dalamnya bulan Rajab, berarti dibulan Rajab perbuatan-perbuatan dosa dilipat gandakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka kita berkewajiban untuk menghormati bulan-bulan harām ini, diantaranya adalah bulan Rajab ini.

(Ada yang mengatakan tentang) keutamaan-keutamaan bulan Rajab, diantaranya disebutkan:

⑴ Rajab adalah Syahrullāh (bulan Allāh).
⑵ Sya'ban adalah Syahriy (bulanku).
⑶ Ramadhan adalah Syahru'ummati (bulan umatku).

🔴Ketahuilah, para ulama mengatakan, bahwa hadīts (di atas) adalah hadīts palsu, dusta terhadap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Al Hāfizh Ibnu Hajar di dalam kitab beliau "تبيين العجب بما ورد في فضل رجب" ("Tabyiinul 'Ajabi fīmā Warada fī Fadhli Rajab").

Menjelaskan bahwa semua hadīts-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab itu tidak lepas dari:

⑴ Hadīts palsu.
⑵ Hadits lemah.

Tidak ada satupun yang shahīh, kecuali penyebutan bahwa bulan Rajab adalah bulan yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi semua hadīts-hadits yang menyebutkan tentang bulan Rajab adalah semuanya hadīts yg lemah, kecuali bahwasanya bulan Rajab itulah bulan yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka dari itu,

√ Tidak ada amalan khusus dibulan Rajab.
√ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengkhususkan umrah dibulan Rajab.
√ Tidak ada amalan tersendiri dibulan Rajab.

Akan tetapi bulan Rajab sama dengan bulan-bulan haram yang lainnya.

Amalan shalih dibulan-bulan itu di lipat gandakan, amalan keburukan pun di bulan-bulan tersebut dilipatgandakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka kewajiban kita kaum mukminin untuk menghormati bulan Rajab, sebagaimana menghormati bulan-bulan harām yang lainnya.

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang senantiasa menjaga kesucian bulan Rajab dan bulan-bulan harām yang lainnya.

Ini saja.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

______________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Apr 7, 2016

Berdoa Di malam Hari

🌷 SISIHKAN WAKTU UNTUK BERDOA DI WAKTU MALAM...

Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang muslim mendapati saat itu, lalu dia memohon kebaikan kepada Allah Ta’ala dari urusan dunia maupun akhirat, melainkan Allah akan memberikannya kepadanya. Demikian itu terjadi pada setiap malam.”

(HR. Muslim no. 757).

Sunnah-sunnah di Hari Jum'at secara Umum

Sunnah-Sunnah di Hari Jum'at secara umum.

[1] Memperbanyak shalawat Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku di dalamnya, karena shalawat kalian akan disampaikan kepadaku”. Para sahabat berkata, “Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?” Nabi bersabda,“Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa-i)

[2] Membaca Surah AlKahfi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat AlKahfi pada hari Jum’at, maka Allah akan meneranginya di antara dua Jum’at.” (HR. Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menilainya shahih)

[3] Perbanyak Doa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jum’at kemudian berkata, “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan detik terakhir dari hari Jum’at adalah saat menjelang maghrib, yaitu ketika matahari hendak terbenam.

[4] Perbanyak Dzikir Mengingat Allah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian diseru untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah…” (QS. AlJumu’ah: 9)

[5] Imam Membaca Surah AsSajdah di Rakaat ke-1 dan Surah AlInsan di Rakaat ke-2 pada Shalat Shubuh

Dari Abu Harairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alif Lam Mim Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani ḥiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuuraa” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim)

Tapi seorang imam hendaknya tidak memaksakan diri untuk membaca kedua surah tersebut ketika kondisi makmumnya tidak mampu berdiri terlalu lama.

Sunnah-Sunnah Terkait Shalat Jum’at
[1] Mandi Jum’at

Diantara hadits yang menyebutkan dianjurkannya mandi pada hari jum’at adalah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at, maka ia mandi seperti mandi janabah…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama ada yang mewajibkan mandi jum’at dalam rangka kehati-hatian berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[2] Membersihkan Diri dan Menggunakan Minyak Wangi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat sesuai dengan kemampuan dirinya, dan ketika imam memulai khutbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jum’at ini sampai Jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[3] Memakai Pakaian Terbaik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib bagi kalian membeli 2 buah pakaian untuk shalat jum’at, kecuali pakaian untuk bekerja” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani)

Di dalam hadits ini Nabi mendorong umatnya agar membeli pakaian khusus untuk digunakan shalat jum’at.

[4] Bersegera Berangkat ke Masjid

Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jum’at dan tidur siang setelah shalat Jum’at” (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berkata dalam Fathul Bari, “Makna hadits ini yaitu para shahabat memulai shalat Jum’at pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada shalat zuhur ketika panas, sesungguhnya para shahabat tidur terlebih dahulu, kemudian shalat ketika matahari telah berkurang panasnya”

[5] Perbanyak Shalat Sunnah Sebelum Khatib Naik Mimbar

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi kemudian datang untuk shalat Jum’at, lalu ia shalat semampunya dan dia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat bersama imam, maka akan diampuni dosanya mulai jum’at tersebut sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)

Hadits di atas juga menunjukkan terlarangnya berbicara saat khatib sedang berkhutbah, dan wajib bagi setiap jamaah untuk mendengarkannya

[6] Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhutbah

Sahl bin Mu’adz bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) ketika sedang mendengarkan khatib berkhutbah” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, derajat : hasan)

[7] Shalat Sunnah Setelah Shalat Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan shalat Jum’at, maka shalatlah 4 rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka shalatlah 2 rakaat di masjid dan 2 rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)

Penutup
Demikian sebagian sunnah-sunnah pada hari jum’at yang dapat penulis sampaikan. Semoga kita senantiasa diberikan semangat dalam menjalankan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersegera menjauhi amalan yang tidak pernah beliau ajarkan. Wallahul muwaffiq.

Penulis : Wiwit Hardi P (Alumni Ma’had Al‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S